welcome

selamat datang kawan semoga nyaman di galeri saya

Total Tayangan Halaman

Minggu, 13 Oktober 2013

Sejarah Reformasi Indonesia


1. Sejarah Reformasi Di Indonesia
Sebelum masuk dalam pembahasan mengenai reformasi di Indonesia, maka hendaknya perlu kita ulas dan pahami beberapa hal yang menjadi pemicu munculnya reformasi di Indonesia. Reformasi di Indonesia ditujukan khususnya pada rezim orde baru yang pada waktu itu berkuasa. Rezim orde baru sendiri pada awal pemerintahannya sangat menampilkan kebijakan-kebijakan yang dirasa sebagai usaha baru dalam hal penyelamatan Negara dari perbaikan atas kebijakan rezim orde lama yang dulu berkuasa. Ada 4 point besar yang nampak pada awal pemerintahan orde baru dalam usaha penyelamatan Negara, diantaranya: Nasionalisasi aset-aset asing yang ada di Indonesia, Pembangunan ekonomi, Stabilitas politik (dalam hal pemilu, bertujuan untuk merevisi sistem multipartai yang berlaku pada waktu itu), serta Modernisasi. Pada masa pemerintahannya, orde baru dianggap sebagai pemerintahan yang mampu memperbaiki dan menstabilisasi keadaan politik pasca pergantian dari orde lama, sehingga orde baru mampu dikatakan sebagai titik atau kondisi dimana mampu mengambil alih situasi pada masa orde lama. Namun sejalan dengan perkembangannya ke depan, banyak memunculkan kekurangan yang dirasakan oleh sebagian banyak warga negara Indonesia. Hal inilah yang nantinya memunculkan usulan tentang adanya reformasi.
Sebenarnya wacana Reformasi sendiri sudah pernah diusulkan oleh Amin Rais pada tahun 1983, beliau memahami wacana tentang reformasi dengan menyebutnya dalam wacana Suksesi yang selalu dijadikan topik dalam setiap wacana politik pada masa itu. Namun pada akhirnya wacana tersebut tidak mampu dikembangkan dalam keadaan politik pada masa itu.
Reformasi di Indonesia muncul pada dasarnya diawali dari keadaan ekonomi dan masalah kemanusiaan yang terjadi di Indonesia pada waktu itu, yang dirasa bagi sebagian besar warga negara Indonesia itu merupakan suatu masalah besar yang perlu diselesaikan dengan cara yang paling cepat dan ekstrem yaitu dengan cara Reformasi.
a. Krisis Financial 1997, Berawal dari krisis finansial di negara Thailand pada tahun 1997 yang mempengaruhi keadaan ekonomi di negara-negara Asia. Dan salah satu negara yang mengalami dampak/pengaruh dari krisis tersebut adalah Indonesia, dimana dengan terjadinya krisis tersebut, perekonomian bangsa pada saat itu menjadi lemah. Ditambah lagi dengan adanya stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi bagi ketidakstabilan ekonomi negara. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri di bidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut. Terkait dengan masalah itu, hal yang tidak kalah pentingnya sebagai sumber kemerosotan ekonomi bangsa pada waktu itu adalah banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri. Sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula. Perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada akhirnya memperbesar dampak krisis ekonomi itu.
b. Krisis kemanusiaan, Pada masa orde baru berkuasa maka banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang terkai dengan isu kemanusiaan, diantaranya seperti: kebebasan berpendapat, degradasi moral elit politik (KKN), kediktaroran kepala negara, pembangunan tidak merata dan cenderung sentralistik, pemaksaan hak pilih, serta pelarangan terhadap beberapa kegiatan yang berbau kritik terkait kebijakan pemerintah.
Berdasarkan kedua faktor yang menjadi cermin pemerintahan rezim orde baru saat itu, maka banyak beberapa kejadian yang tercatat dalam sejarah politik Indonesia sebagai usaha/peristiwa terkait usulan reformasi pada waktu itu, beberapa kejadian penting tersebut seperti :
1. Peristiwa 5 Maret 1998
Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima Fraksi ABRI.
2. Peristiwa 2 Mei 1998
a. Pernyataan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003 yang disampaikan Soeharto pada 1 Mei 1998 itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (1998).
b. Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi disikapi dengan represif oleh aparat. Di beberapa kampus terjadi bentrokan.
3. Peristiwa 4 Mei 1998
Harga BBM melonjak tajam hingga 71%, disusul tiga hari kerusuhan di Medan dengan korban sedikitnya 6 meninggal.
4. Peristiwa 7 Mei 1998
Peristiwa Cimanggis, bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang mengakibatkan sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya terkena tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata.
5. Peristiwa 12 Mei 1998
Tragedi Trisakti, 4 mahasiswa Trisakti terbunuh.
6. Peristiwa 13 Mei 1998
a. Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. kerusuhan juga terjadi di kota Solo.
b. Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir, memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden.
c. Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.
7. Peristiwa 14 Mei 1998
a. Demonstrasi terus bertambah besar hampir di semua kota di Indonesia, demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.
b. Soeharto, seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo.
c. Kerusuhan di Jakarta berlanjut, ratusan orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.
Pada intinya terdapat beberapa pokok-pokok reformasi dalam politik Indonesia , diantaranya mengenai: tentang pemilihan umum, tentang partai politik, tentang pemberdayaan Dewan Perwakilan Rakyat, tentang keanggotaan MPR dan Presiden, tentang KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), dan tentang kehidupan pers.
B. Jalannya Reformasi
Prosesi jalannya Reformasi Indonesia terekam dalam beberapa kejadian yang sudah mulai terjadi pada beberapa hari sebelum mundurnya Presiden Soeharto pada masa itu, mulai dari :
1. Peristiwa 18 Mei 1998
a. Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.
b. Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR.
2. Peristiwa 19 Mei 1998
a. Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad Bagdja dan Ma’ruf Amin dari NU. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam itu para tokoh memaparkan situasi terakhir, dimana elemen masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur. Soeharto lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi.
b. Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta.
c. Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
d. Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.
3. Peristiwa 20 Mei 1998
a. Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas.
b. 500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.
c. Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru.
d. Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas. Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir. Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat. Alinea pertama surat itu, secara implisit meminta agar Soeharto mundur dari jabatannya. Dengan adanya surat itu maka Soeharto tidak mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur. Ke-14 menteri itu adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno, Haryanto Dhanutirto, Justika Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L. Sambuaga dan Tanri Abeng.
e. Pukul 23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.
f. Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya. kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, “The old man most probably has resigned”. Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB. Kabar itu lalu disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun Najib, Utomo Danandjaya, Syafii Ma’arif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang lainnya. Lalu mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar. Di sana Cak Nur (panggilan akrab Nurcholish Madjid) menyusun ketentuan-ketentuan yang harus disampaikan kepada pemerintahan baru.
4. Peristiwa 21 MEI 1998
Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB. Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR.
Maka sejak saat itulah rezim Soeharto tumbang dan sebagai tanda runtuhnya kekuasaan orde baru. Faktor penting dalam kejatuhan Soeharto dan rezim orde baru salah satunya adalah dikarenakan usia (lanjut) Soeharto dan ketidaksediaannya untuk bersiap menghadapi suksesi secara teratur. Ketika krisis ekonomi menghantam pada tahun 1997-1998, janji pembangunan tidak lagi cukup kredibel untuk menahan dukungan elit politik.
C. Periode Transisi Pasca Reformasi
Periode transisi dari rezim orde baru terjadi dengan diawali dari pemerintahan B.J. Habibie. Pada masa transisi ini, tentu tidak bisa secara cepat mampu untuk menjadikan stabilitas nasional membaik, hal ini terjadi karena dalam masa transisi ini bangsa Indonesia masih dalam proses perubahan. Setelah B.J. Habibie menjadi Presiden, maka pada saat itulah bangsa Indonesia berjalan dalam masa transisi dalam usaha pencarian demokrasi untuk menentukan kebijakan politik yang mampu mensejahterakan dan manciptakan ketentraman bagi rakyatnya. Dalam masa transisi tersebut, B.J. Habibie langsung mengumumkan susunan “Kabinet Reformasi” sebagai pengisi dalam menjalankan politik bangsa Indonesia. Kemudian beliau mencopot jabatan Letjen Prabowo Subiyanto dari Panglima Kostrad. Namun bentrokan demonstrasi masih tetap berlangsung, karena para mahasiswa masih menganggap Habibie sebagai bagian dari rezim orde baru, namun aksi demonstrasi itu masih bisa direda oleh para aparat. Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, hal ini ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang. Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga mulai memberikan sedikit kelonggaran pengawasan terhadap media massa dan kebebasan dalam berekspresi. Presiden B.J. Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi terhadap kebijakan pemerintahan yang ada. Diantaranya dengan membebaskan sejumlah tahanan politik. Beberapa langkah perubahan diambil oleh Habibie, seperti liberalisasi parpol, pemberian kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan pencabutan UU Subversi. Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.
D. Pemerintahan Demokrasi Pasca Reformasi
Sejak kejadian lepasnya timor timur pada masa Habibie pada masa itu, kemudian dimulailah periode pemerintahan demokrasi untuk pertama kalinya. Karena sejak terjadinya reformasi pada masa itu hari demi hari ada tekanan ataupun desakan agar diadakan pembaharuan politik ke arah yang lebih demokratis. Diharapkan bahwa dalam usaha ini Bangsa Indonesia dapat memanfaatkan pengalaman kolektif selama tiga periode 1945 sampai 1998. Dalam konteks kepartaian ada tuntutan agar masyarakat mendapat kesempatan untuk mendirikan partai sebagai wadah dalam menampung aspirasi dan tempat berkumpulnya gagasan dalam satu visi dan misi tertentu. Atas dasar itu pemerintah yang saat itu dipimpin oleh B.J. Habibie dan parlemen mengeluarkan UU No 2/1999 tentang Partai Politik. Perubahan yang didambakan ialah mendirikan suatu sistem di mana partai-partai politik tertentu tidak mendominasi kehidupan politik secara berlebihan, juga diharapkan agar badan eksekutif Negara tidak terlalu kuat (executive heavy). Sebaliknya, kekuatan eksekutif dan legislatif diharapkan menjadi setara sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
Partai politik yang mendaftarkan diri ke Departemen Kehakiman berjumlah 141. Tetapi setelah diseleksi tidak semuanya dapat mengikuti pemilihan umum 1999. Partai politik yang memenuhi syarat untuk menjadi peserta pemilihan umum hanya 48 saja. Hasil pemilihan umum 1999 menunjukkan bahwa tidak ada partai yang secara tunggal mendominasi pemerintahan dan tidak ada partai yang memegang posisi mayoritas mutlak yang dapat mengendalikan pemerintahan. PDIP yang memperoleh suara dan kursi paling banyak ternyata tidak dapat menjadikan Megawati Soekarnoputri (ketua umum) sebagai Presiden RI yang Ke-4 pada waktu itu. Dengan adanya sistem koalisi pastai-pastai islam dan beberapa partai baru yang menjadi kubu tersendiri di DPR pada waktu itu, yang dikenal dengan sebutan Poros Tengah, posisi PDIP menjadi kalah kuat. Hingga pada akhirnya yang dipilih oleh MPR menjadi Presiden adalah pendiri PKB, yaitu KH Abdurrahman Wahid yang di DPR hanya memperoleh 51 kursi.
Setelah berlangsungnya pemilu pada 1999 itu, maka mulai jelas arah politik Indonesia. Perubahan nampak salah satunya papa sistem yang sudah berubah menjadi multipartai. Sistem pemerintahan yang awalnya sentralistik mampu berubah kea rah desentralistik demokrasi yang nantinya mampu untuk mengembangkan konsep tradisi dan lokalitas pasca reformasi. Dimana perubahan struktural maupun fungsional sistem pemerintahan itu merupakan salah satu amanat rakyat dari agenda reformasi. Otonomi daerah sebagai wujud dari desentralisasi disambut positif oleh berbagai elemen dalam masyarakat. Otonomi daerah merupakan proses awal untuk mewujudkan pembangunan demokrasi di tingkat lokal.
Daftar Pustaka
Franz Magnis Suseno. 1999. Pokok-Pokok Pikiran Reformasi Politik, Ekonomi, Hukum, dan Moral. Yogyakarta: Pustaka Nusatama.
Heru Nugroho. 2001. Menggugat Kekuasaan Negara. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
James Luhulima. 2007. Hari-Hari Terpanjang Menjelang Mundurnya Presiden Soeharto. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gamedia Pustaka Utama.
Portal Indonesia. 13 Oktober 2010. Sejarah Indonesia 1998-Sekarang. Wikipedia ensiklopedia Indonesia.
Schiller, Jim. 2003. Jalan Terjal Reformasi Lokal. Yogyakarta: Penerbit Program Pasca Sarjana Politik Lokal dan Otonomi Daerah.
Team Dokumentasi Presiden RI. 1991. Jejak Langkah Pak Harto. Jakarta: PT Citra Lamtoro Gung Persada.

Entri Populer