welcome

selamat datang kawan semoga nyaman di galeri saya

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 08 Juni 2013

muhkam dan mutasyabih


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembahasan dalam Ulumul Qur’an sangat meluas, salah satunya diantaranya adalah tentang Muhkam Wal Mutasyabih masih sering diperdebatkan oleh para pakar baik dari kalangan sarjana islam maupun sarjana barat, khususnya mereka yang mempunyai perhatian serius terhadap ilmu–ilmu Al-Qur’an yang masih samar (kinayah), sedang Mutasyabihat adalah ayat Al-Qur’an yang jelas (shohih) artinya disini dalam hal maksud yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an. Muhkam wal Mutasyabih dengan perbedaan penjelasan dari para pakar inilah, sehingga menjadi salah satu pembahasan penting dalam Ulumul Qur’an. Semua pendapat para pakar mempunyai dasar masing–masing yang sama–sama kuat, sehingga perbedaan itu pula yang membuat para penuntut ilmu lebih bersemangat dalam mendalami ayat–ayat Al–Qur’an. Mengenai ulasan lebih lanjut dan lebih mendalam tentang muhkam dan mutasyabih akan kami uraikan dalam pembahasan.
Al Qur’an di turunkan untuk memberi petunjuk bagi manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang di dasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang sebagai bahan pelajaran.
Sebagian besar Al Qur’an pada mulanya di turunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasul Allah telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di antara mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah.
Allah menjadikan segala sesuatu melalui sebab-musabab dan menurut suatu ukuran. Tidak seorang pun manusia lahir dan melihat cahaya kehidupan tanpa melalui sebab-musabab dan berbagai tahap perkembangan. Tidak sesuatu pun terjadi dalam wujud ini kecuali setelah melewati pendahuluan dan perencanaan. Begitu juga perubahan pada cakrawala pemikiran manusia terjadi setelah melalui persiapan dan pengarahan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian muhkam wal mutasyabih?
2. Apakah sebab–sebab adanya ayat muhkam dan mutasyabih?
3. Bagaimana pendapat para ulama’ tentang muhkam dan mutasyabih?

C. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami pengertian muhkam wal mutasyabih.
2. Mengetahui sebab–sebab adanya ayat muhkam dan mutasyabih.
3. Mengetahui pendapat para ulama’ tentang muhkam dan mutasyabih.







BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MUHKAM DAN MUTASYABIH
Muhkam berasal dari kata ihkam yang secara bahasa berarti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Semua pengertian ini pada dasarnya kembali kepada satu makna yakni pencegahan. Kata Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesaaan yang biasanya membawa kepada kesamaan antara dua hal.
Para ahli mengemukakan definisi muhkam dan mutasyabih sebagai berikut:
1. Sihan Anwar dalam buku Ulumul Qur’an menjelaskan Muhkam dan Mutasyabih menurut etimologi, Muhkam artinya suatu ungkapan yang dimaksud makna lahirnya, tidak mungkin diganti atau diubah (ma ahkama al-murad bin ‘an al tabdil wa al-taghyir). Adapun Mutasyabih adalah ungkapan yang dimaksud makna lahirnya samar (ma khafiya bi nafs al-lafzh).
2. Ahmad Sadili dan Ahmad Syafi’i mengungkapkan definisi Muhkam dan Mutasyabih dalam buku Ulumul Qur’an, bahasa artinya kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kesamaran antar dua hal. Sedangkan secara istilah Ahmad Syadili dan Ahmad Syafi’i mengambil definisi yang disampaikan Al-Zarqani yang dikutip dari definisi yang dikemukakan oleh Al-Suyuti yang diambil dari defnisi – definisi yang diungkapkan oleh para ulama’. Menurut Al-Zarqani dari pendapat para ulama’ tersebut, pendapat Imam Al- Razi yang paling tepat dalam mendefinisikan Muhkam dan Mutasyabih. Menurut beliau Muhkam ialah ayat yang tunjukan maknanya kuat, yaitu lafal nas dan lafal dhahir, Mutasyabih ialah ayat yang tunjukan maknya tidak kuat, yaitu lafal yang mujamal, muawwal, dan musykil.
3. Manna’ Khalil Al-Qattan menjelaskan Muhkam dan Mutasyabih dalam buku studi Ilmu-Ilmu Qur’an, bahwa menurut bahasa Muhkam berasal dari kata حكمت الد ابة واحكمت yang artinya “saya menahan binatang itu”, juga bisa diartikan,”saya memasang ‘hikmah’ pada binatang itu”. Hikmah dalam ungkapan ini berarti kendali.Muhkam berarti (sesuatu) yang dikokohkan, jadi kalam Muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya. Mutasyabih secara bahasa berate tasyabuh, yakni bila salah satu dari 2 (dua) hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain, karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkrit maupun abstrak. Jadi, tasyabuh Al-Kalam adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagainya membetulkan sebagian yang lain.
Al-Qattan menyimpulkan penadapat para ahli dalam 3 (tiga) definisi sebagai berikut:
 Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedangkan Mutasyabih hanyalah diketahui maksudnya oleh Allah sendiri.
 Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung wajah, sedangkan Mutasyabih mengandung banyak wajah.
 Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung, tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan Mutasyabih tidak demikian, ia memerlukan penjelasan dengan mrujuk kepada ayat-ayat lain.

4. Abdul Jalal dalam buku Ulummul Qur’an menjelaskan Muhkam dan Mutasyabih sebagai berikut.Muhkam ialah lafal yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat secara berdiri sendiri sendiri tanpa dita’wilkan karena susunan tertibnya tepat, dan tidak musykil, karena pengertiannya masuk akal, sehingga dapat diamalkan karena tidak dinasakh. Sedangkan Mutasyabih ialah lafal Al - Qur’an yang artinya samar sehingga tidak dapat dijangkau akal manusia karena bisa dita’wilkan macam – macam sehingga tidak dapat berdiri sendiri karena susunan tertibnya kurang tepat sehingga menimbulkan kesulitan disebabkan penunjuk artinya tidak kuat, cukup diyakini adanya saja dan tidak perlu diamalkan, karena merupakan ilmu yang hanya dimonopoli Allah SWT.
5. Ulama’ golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mengatakan, lafal Muhkam adalah lafal yang diketahui makna maksudnya, baik karena memang sudah jelas artinya maupun karena dengan dita’wilka sedangkan lafal Mutasyabih adalah lafal yang pengetahuan artinya hanya dimonopoli Allah SWT. Manusia tidak ada yang bias mengetahuinya.Contohnya, terjadinya hari kiamat, keluarnya dajjal, artinya huruf – huruf muqaththa’ah.
6. Mayoritas ulama’ golongan Ahlu Fiqih yang berasal dari pendapat sahabat ibnu abbas mengatakan, lafal Muhkam ialah lafal yang tidak bisa dita’wilkan kecuali satu arah/segi saja.Sedangkan Mutasyabih artinya dapat dita’wilkan dalam beberapa arah/segi, karena masih sama. Contoh : surga, neraka, dst.
7. Berdasarkan berbagai uraian definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Muhkam adalah lafal – lafal Al – Qur’an yang sudah diketahui dengan jelas arti dan maksudnya, dan tidak perlu penta’wilan lagi, sedangkan Mutasyabih adalah lafal – lafal Al – Qur’an yang maknanya belum jelas (samar), sehingga belum diketahui maksud dengan jelas, dan perlu penta’wilan lagi.

B. SEBAB – SEBAB ADANYA AYAT MUHKAM DAN MUSTASYABIH
Secara tegas dapat dikatakan, bahwa sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan demikian. Allah membedakan antara ayat – ayat yang Muhkam dari yang Mutasyabih, dan menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan ayat yang Mutasyabih. Menurut para ulama’ sebab – sebab adanya ayat Muhkam itu sudah jelas, yaitu sebagaimana ditegaskan dalam ayat 7 surat Ali Imran yang artinya :
              •                        •            


”Dialah yang telah menurutkan Al – Kitab (Al – Qur’an) kepada kamu diantara (isi)-Nya ada ayat – ayat yang Muhkamat, itulah pokok – pokok isi Al – Qur’an, dan yang lain ayat – ayat Mutasyabihat. Adapun orang- orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat- ayat yang mutasyabihat dari padanya untuk menimbulkan fitnah dan mencari- cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang- orang yang mendalam ilmunya berkata : ” kami beriman kepada ayat- ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran ( dari padanya ) melainkan orang –orang yang berakal ”. (Q.S.Ali Imran : 7).
Disamping itu, Al – Qur’an merupakan kitab yang Muhkam, sepertinya keterangan ayat 1 surat Hud : Artinya :”Suatu kitab yang ayat –ayat–Nya disusun dengan rapi”. Selain itu kebanyakan tertib dan susunan ayat – ayat Al – Qur’an itu rapi dan urut, sehingga dapat dipahami umat dengan mudah, tidak menyulitkan dan tidak samar artinya, disebabkan kebanyakan maknanya juga mudah dicerna akal pikiran. Pada garis besarnya sebab adanya ayat – ayat Mutasyabihat dalam Al – Qur’an ialah karena adanya kesamaran maksud syara’ dalam ayat – ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, tanpa dikatakan dengan arti ayat lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan dengan bermacam – macam dan petunjuknya pun tidak tegas, karena sebagian besar merupakan hal – hal yang pengetahuanya hanya dimonopoli oleh Allah SWT saja.

Adapun adanya ayat Mutasyabihat dalam Al – Qur’an desebabkan 3 (tiga) hal :
1. Kesamaran Lafal
a. Kesamaran Lafal Mufrad, dibagi menjadi 2 (dua) :
1) Kesamaran lafal Mufrad Gharib (asing)
Contoh:
  
Lafal dalam ayat 31 surat Abasa : kata Abban jarang terdapat dalam Al – Qur’an, sehingga asing. Kemudian dalam ayat selanjutnya , ayat 32 : (untuk kesenangan kamu dan binatang – binatang ternakmu), sehingga jelas dimaksud Abban adalah rerumputan.
2) Kesamaran Lafal Mufrad yang bermakna Ganda.
Kata Al – Yamin bisa bermakna tangan kanan, keleluasan atau sumpah. Termasuk ayat – ayat Mutasyabihat yang terjadi karena samar lafalnya ialah beberapa huruf Muqaththa’ah (huruf yang terputus – putus di pembukaan atau permulaan surah – surah Al – Qur’an).
b. Kesamaran dalam Lafal Murakkab
Kesamaran dalam lafal Murakkab itu disebabkan karena lafal yang Murakkab itu terlalu ringkas atau terlalu luas atau karena susunan kalimatnya kurang tertib.
2. Kesamaran pada Makna Ayat
Kesamaran pada makna ayat seperti dalam ayat – ayat yang menerangkan sifat – sifat Allah, seperti sifat rahman rahim-Nya, atau sifat qudrat iradat-Nya, maupun sifat – sifat lainnya. Dan seperti makna dari ihwal hari kiamat, kenikmatan surga, siksa kubur, dan sebagainya manusia bisa mengerti arti maksud ayat-Nya, sedangkan mereka tidak pernah melihatnya.
3. Kesamaran pada Lafal dan Makna Ayat
Seperti, ayat 189 surat Al – Baqarah:
        ••             •       •    
“Dan bukanlah kebijakan memasuki rumah - rumah dari belakangnya, akan tetapi kebijakan itu ialah kebijakn orang – orang yang bertakwa”. Sebab kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya, karena terlalu ringkas, juga terjadi pula pada maknanya, karena termasuk adat kebiasaan khusus orang arab.”

C. MACAM MACAM AYAT MUTASYABIHAT
Menurut Abdul Jalal, macam - macam ayat Mutasyabihat ada 3 (tiga) macam :
1. Ayat – ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia, kecuali Allah SWT. Contoh :
                                  

Artinya : “Dan pada sisi Allah–lah kunci – kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri” (Q.S. Al – An’am : 59)
2. Ayat – ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Contoh : pencirian mujmal, menentukan mutasyarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dst.
3. Ayat – ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains, bukan oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk urusan – urusan yang hanya diketahui Allah SWT dan orang – orang yang rosikh (mendalam) ilmu pengetahuan, seperti keterangan ayat 7 surat Ali Imran.

D. PENDAPAT PARA ULAMA MENGENAI AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIHAT
Menurut Al-Zarqani, ayat-ayat Mutasyabih dapat dibagi 3 ( tiga ) macam :
1. Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat mengetahui maksudnya, seperti pengetahuan tentang zat Allah dan hari kiamat, hal-hal gaib, hakikat dan sifat-sifat zat Allah. Sebagian mana firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 59:
                                  

Artinya :“dan pada sisi Allah kunci-kunci semua yang gaib, tak ada yang mengetahui kecuali Dia sendiri”.
2. Ayat-ayat yang setiap orang biasa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat : Hutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutannya, dan seumpamanya. Contoh surat An-Nisa’ ayat 3 yang artinya:
                              
Artinya: “dan jika kamu takut tidak adakn dapat berlaku adil terhadap ( hak-hak ) perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita”.

3. Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para Ulama tertentu dan bukan semua Ulama. Maksud yang demikian adalah makna-makna yang tinggi yang memenuhi hati seseorang yang jernih jiwanya dan mujahid.
Mengenai ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah (mutasyabihat), pendapat Ulama terbagi kepada dua mazhab :
1. Mazhab Salaf.
Yaitu ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat Allah yang Mutasyabih, dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah (tafwidh ilallah). Diantara ulama yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Imam Malik. Kerika ditanya tentang istiwa` ia menjawab:
الأستواءمعلوم والكيف مجهول والسؤال عن هذابدعة وأظنك رجل سوء أخرجوه عنى
Artinya: “istiwa` itu maklum, sedangkan caranya tidak diketahui, dan mempelajarinya bid`ah. Aku mengira engkau adalah orang yang tidak baik. Keluarkan dia dari tempatku.
2. Mazhab Khalaf.
Yaitu ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat Allah sehingga melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah. Pada umumnya mereka berasal dari para ulama mutaakhirin. Contohnya mazhab ini mengartikan mata dengan pengawasan Allah, tangan diartikan kekuasaan Allah, dan lain-lain.

E. HIKMAH AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIHAT
1. Hikmah Ayat Muhkam
a. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang yang kemampuaan bahas arabnya lemah.
b. Memudahkan manusia mengetahui arti dan maksudnya
c. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al - Qur’an.
d. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya.
e. Memperlancar usaha penafsiran atau penjelasan maksud kandungan ayat – ayat Al – Qur’an
f. Membantu para guru, dosen, muballih dan juru dakwah dalam usaha menerangkan isi ajaran kitab Al – Qur’an dan tafsiran ayat – ayatnya kepada masyarakat.
g. Mempercepat usaha Tahfidhul Qur’an (menghafal ayat – ayat Al – Qur’an)
2. Hikmah Ayat Mutasyabihat
a. Rahmat Allah SWT.
b. Ujian dan cobaan terhadap kekuatan iman umat manusia
c. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia
d. Mendorong umat manusia untuk giat belajar, tekun menalar, dan rajin meneliti.
e. Memperlihatkan kemukjuzatan Al – Qur’an, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya.
f. Memudahkan bacaan, hafalan dan pemahaman Al - Qur’an
g. Menambah pahala usaha umat manusia
h. Mendorong kegiatan mempelajari displin ilmu pengetahuaan yang bermacam –macam
i. Mengajukan penggunaan dalil – dalil aqli, disamping dalil – dalil naqli.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hikmah adanya ayat muhkam dan mutasyabih sebagai berikut:
a. Memperlihatkan kelemahan akal manusia
b. Teguran bagi orang-orang yang mengotakatik ayat mutasyabih
c. Memberikan pemahaman abstrak-ilahiah kepada manusia melalui pengalaman indrawi yang biasa disaksikannya.

F. FAWATIH AS-SUWARI
o Pengertian Fawatih as-suwari
Fawatih suwari adalah kalimat-kalimat yang dipakai untuk pembukaan surat, ia merupakan bagian dari ayat mutasyabihat. Karena ia bersifat mujmal, muawwal, dan musyki. Di dalam al-quran terdapat huruf-huruf awalan dalam pembukaan surat dalam bentuk yang berbeda-beda. Hal ini nerupakan salah satu bentuk kebesaran Allah dan Kemahatahuaan-Nya, sehingga kita terpanggil untuk menggali ayat-ayat tersebut.
o Macam-macam bentuk fawatih as-suwari
a. Awalan surat yang terdiri dari satu huruf, ini terdapat pada tiga surat, yaitu
 QS shaad : 1
     
 QS qaaf : 1
    
 QS qalam : 1
     

b. Awalan surat yang terdiri dari dua hurufm ini terdapat pada sepuluh surat
 QS al-mukmin : 1
 QS fushshilat : 1
 QS azzukhruf : 1
 QS ad dukhan : 1
 QS jatsyiah : 1
 QS al ahqaf : 1
 QS thaha : 1
 QS an naml : 1
 QS yaasin: 1
c. Awalan surat yang terdiri dari tiga huruf, terdapat pada tiga belas surat:
 Enam yang pertama diawali alif lam mim
o QS al baqarah : 1
o QS ali imran : 1
o QS al ankabut : 1
o QS ar rum : 1
o QS Al lukman : 1
o QS As sajadah : 1
 Lima surat diawali denan alif la ra
o QS yunus : 1
o QS hud : 1
o QS yusuf : 1
o QS ibrahim : 1
o QS al hijr : 1
 Dua surat yang diawali dengan tha sin mim
o QS as syu`araa :1
o QS al qashash :1
d. Awala surat yang terdiri dari empat huruf, terdapat pada dua tempat
o QS al a`raf : 1
o QS ar ra`du : 1
e. Awalan surat yang tterdiri dari lima huruf, hanya terdapat pada QS maryam : 1

BAB III
KSIMPULAN
A. Simpulan
Dengan adanya ayat-ayat muhkam dan ayat-ayat mu tasyabih, mengajak manusia berpikir dan merenungkan betapa Maha Besarnya Allah SWT. Dengan ayat-ayat Al-Qur’an, manusia diajak untuk berpikir dan merenungkan apa yang dimaksud Allah yang tersirat dan termaktub di dalam Al-Qur’an.
Maka adanya ayat-ayat muhkamat, dapat memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya. Serta mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan. Begitu juga dengan adanya ayat-ayat mutasyabihat, membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesihar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.











DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan.(2000).Ulumul Qur’an: Untuk IAIN, STAIN, DAN PTAIS. Bandung: Pustaka Setia.
Djalal, Abdul.(2000).Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu.
Al-Khattan, Manna’ Khalil.(2004). Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Penerjemah: Mudzakir AS.Bogor: Litera AntarNusa.


MUHKAM DAN MUTASYABIH
(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ulum al-quran)
Dosen: Dadan F. Ramdhan,








Disusunn Oleh Kelompok 5:





FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013


KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah menganugrahi kesempatan dan mengilhami pengetahuan. KepadaNabi Muhammad saw atas ketauladanan dengan pribadi mulia, spirit dan motivasinya untuk tidak henti bermanfaaat dan semangatnya yang menginspirasi menjadi pribadi saleh spiritual dan social.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulum al-quran yang diberikan oleh dosen kami. Dalam penyusunan makalah tentu banyak sekali masalah yang kami hadapi, tetapi berkat kerjasama yang baik Alhamdulillah akhirnya makalah ini dapat selesai tepat waktu meskipun masih banyak kekurangan.
Kami menngucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini terutama kepada rekan-rekan seperjuangan yang telah berkontribusi baik bantuan materi maupun nonmateri.
Tiada gading yang tak retak, itulah ungkapan yang tepat untuk makalah ini. Karena makalah yang kami susun ini tentu masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki oleh karena itu kritik yang konstruktif sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah ini menjadi lebih baik.

Bandung, April 2013

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan 2
BAB II Muhkam dan Mutasyabih 3
2.1. Pengertian Muhkam dan Mutasuabih 3
2.2. Sebab-sebab adanya ayat muhkam dan mutasyabih 5
2.3. Macam-macam ayat mutasyabih 7
2.4. Pendapat Para Ulama Mengenai Ayat muhkam dan mutasyabih 8
2.5. Hikmah Ayat Muhkam dan Mutasyabih 9
2.6. Fawatih as-suwari 10
BAB III Simpulan 13
Daftar Pustaka 14

keterampilan mendengar


Nama : Iman Gumelar
NIM : 1122030032
Kelas/Semester : PBA/2A



KETERAMPILAN MENDENGAR

Ada sejumlah istilah yang terkait dengan mendengar. Istilah yang sering terdengar sehari-hari adalah mendengar dan mendengarkan. Mendengar diartikan dapat menangkap suara (bunyi) dengan telinga, tidak tuli (Alwi, 2001). Dalam konteks komunikasi sehari-hari, mendengar juga diartikan proses kegiatan menerima bunyi-bunyian yang dilakukan tanpa sengaja atau secara kebetulan saja. Misalnya dalam kalimat “Saat sedang belajar, saya mendengar suara langkah kaki adik masuk ke dalam rumah”. Mendengarkan diartikan oleh Alwi (2001) mendengar akan sesuatu dengan sungguh-sungguh; memasang telinga baik-baik untuk mendengar. Mendengarkan adalah proses kegiatan menerima bunyi bahasa yang dilakukan dengan sengaja, tetapi belum ada unsur pemahaman .
Mendengar merupakan kata bentukan dari kata dengar. Kata tersebut sebenarnya diambil dari kata sami’a-yasma’u-sam’an yang berarti mendengar. Padanan kata mendengar dalam bahasa Arab adalah kata istima’ yang berarti mendengar dengan penuh perhatian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Mendengar diartikan mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau yang dibaca orang (Alwi, 2001). Kata mendengar dipungut dari bahasa Arab melalui bahasa Jawa nyemak dan juga sema’an yang lazim dipakai dalam kata sema’an Al Quran. Apabila diurutkan dari tingkatan aktivitas berfikirnya, urutan istilah tersebut adalah mendengar, mendengarkan, dan mendengar.
Peristiwa mendengar biasanya terjadi secara kebetulan, tiba-tiba, dan tidak diduga sebelumnya, sedang peristiwa mendengarkan lebih tinggi tarafnya dari pada mendengar. Apabila dalam mendengar belum ada faktor kesengajaan maka dalam peristiwa mendengarkan sudah ada faktor kesengajaan, sedangkan faktor pemahaman, berfikir memahami isi simakan tidak setinggi dalam mendengar karena tujuan dalam mendengar telah ditetapkan secara jelas. Apabila menyimak dibandingkan dengan mendengar dan mendengarkan, Mendengar mempunyai taraf yang tertinggi. Dalam mendengar sudah ada faktor kesengajaan dan lebih tinggi lagi karena dalam mendengar terdapat faktor pemahaman, berfikir memahami isi simakan. Faktor berfikir dan memahami makna, pesan, dan gagasan merupakan unsur utama dalam setiap peristiwa mendengar. Bahkan lebih dari itu, faktor perhatian dan penilaian selalu terdapat dalam perstiwa Mendengar. Oleh karena itu, mendengar dikatakan sebagai proses yang rumit dan kompleks.
Mendengar merupakan salah satu metode yang digunakan manusia untuk memahami sekitarnya. Melalui proses menginterpretasikan apa yang didengar dari suara di sekitarnya, manusia dapat memahami orang lain dan lingkungan. Mendengar merupakan suatu proses mengorganisir apa-apa yang didengar dan menetapkan unit-unit verbal yang berkoresponden sehingga dapat ditangkap makna tetentu dari apa yang didengar.
Soedjiatno (1989) menjelaskan bahwa proses mendengar secara teoritis dimulai dengan penangkapan/penyerapan rentetan bunyi bahasa melalui indera telinga. Rentetan bunyi tersebut melalui syaraf sentripetal diteruskan menuju otak untuk diproses dan dianalisis. Dalam pemrosesan dan penganalisisan digunakan sejumlah alat. Alat itu ialah kegiatan otak dalam berolah fikir terhadap permasalahan tuturan, pengetahuan bahasa, kompetensi komunikatif, pengetahuan budaya, dan pengetahuan tentang topik. Apabila pemrosesan atas rentetan bunyi bahasa (unsur-unsur bahasa: gejala fonetik, kosakata, struktur) itu berhasil maka berarti penyimak mengerti atau paham akan makna pesan atau isi informasi yang terkandung dalam rentetan bunyi bahasa atau lambang bahasa mentah, melainkan lambang bahasa yang telah terproses menjadi konsep. Selanjutnya, melalui syaraf sentrifugal hasil pemrosesan itu dikirim ke otak kecil untuk di retensi.
Hakikat mendengar dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu (1) mendengar sebagai alat, (2) mendengar sebagai keterampilan, (3) mendengar sebagai proses, (4) mendengar sebagai respon, dan (5) mendengar sebagai pengalaman kreatif.
1. Mendengar sebagai Alat
Mnedengar sebagai alat berhubungan erat dengan tujuan mengapa seseorang itu mendengar suatu tuturan. Tujuan mendengar adalah mendapatkan ide, fakta, inspirasi, dan alat untuk menghibur diri. Ini berarti, mendengar merupakan alat untuk menerima informasi dalam berkomunikasi.
2. Mendengar sebagai Keterampilan
Mendengar merupakan keterampilan berbahasa yang sangat esesnsial. Keterampilan mendengar merupakan dasar untuk menguasai bahasa. Mendengar menjadi dasar berbicara karena berbicara diawali dengan menirukan bunyi-bunyi yang disimaknya. Bahasa yang digunakan dalam seseorang berbicara pada umumnya bahasa yang disimaknya. Keterampilan Mendengar juga mejadi faktor penting bagi kesuksesan seseorang dalam belajar membaca yang juga menjadi dasar untuk keberhasilan menulis.
3. Mendengar sebagai Proses
Mendengar adalah suatau proses besar yang meliputi (1) mendengarkan lambang lisan, (2) memahami, (3) menginterpretasi. Dalam mendengar terdapat proses mental dalam berbagai tingkatan mulai dari (1) mengidentifikasi bunyi, (2) proses pemahaman dan penafsiran, (3) proses penggunaan hasil pemahaman dan penafsiran, serta (4) proses penyimpanan hasil pemahaman dan penafsiran bunyi.
4. Mendengar sebagai Respon
Mendengar dikatakan sebagai respon karena respon merupakan faktor penting dalam suatu kegiatan komunikasi. Frekuensi terbesar tujuan pembicara adalah untuk memperoleh respon dari penyimak. Seorang penyimak akan memberikan respon efektif apabila dia memiliki sensori yang memadai, ketertarikan, kemampuan menafsirkan pesan, hasrat, dan kemampuan menghubung-hubungkan. Wujud respon itu bermacam-macam, dapat berbentuk anggukan atau gelengan kepala, kerutan dahi, sikap tidak setuju, atau bahkan berbentuk tindakan atau perubahan tingkah laku.
5. Mendengar sebagai Pengalaman Kreatif
Mendengar bukan sekedar pemerolehan pengalaman secara pasif dan bukan keterampilan reseptif belaka. Mendengar merupakan keterampilan kreatif. Dalam mendengar, mula-mula seseorang menangkap bunyi-bunyi yang tertangkap oleh alat pendengarnya, menangkap kata-kata mentah, menyusunnya, menyusun bunyi yang bergelombang dan kata-kata mentah tersebut. Mendengar kreatif ini bersangkutan secara total terhadap pengalaman seseorang yang diwarnai kesenangan, kesukaran, dan kepuasan.
Karakteristik Keterampilan Mendengar
Mendengar merupakan keterampilan berbahasa reseptif lisan. Berbeda dengan membaca yang bersifat reseptif tulis, media lisan bersifat fana, begitu terdengar langsung musnah. Sebaliknya materi membaca dapat dilihat, diamati, dan dibaca berulang kali. Dalam satu unit waktu, penyimak hanya mampu menangkap klausa sedangkan dalam membaca, pembaca dapat menangkap kalimat dalam satuan waktu yang sama (Mahfudz, 2000).
Pemahaman terhadap teks lisan dapat dipermudah dengan adanya karakteristik-karakteristik tertentu dari bahasa lisan seperti keraguan dalam berbicara, perulangan, parafrase, menyampaikan maksud dalam unit-unit klausa, dan bukan dalam bentuk kalimat utuh, dan juga dibantu dengan isyarat-isyarat ekstralinguistik seperti gerak tubuh, ekspresi wajah, dan isyarat-isyarat ekstralinguistik seperti gerak tubuh, ekspresi wajah, dan isyarat-isyarat situasional (Joiner dalam Mujianto dan Gatut, 2010). Pendengar juga dapat meminta penjelasan, meminta mitra bicaranya untuk menjelaskan atau mengulang informasi untuk memfasilitasi pemahamannya terhadap bahasa lisan yang dilisankan mitra tuturnya apabila memungkinkan.
Tujuan Mendengar
Secara umum, tujuan mendengar adalah untuk mendapatkan informasi. Informasi yang dimaksud dapat berupa paparan ide, gagasan, pesan komunikator. Informasi dapat juga berupa peristiwa, fakta, data, dan pengetahuan lainnya. Informasi ini sangat penting agar seseorang mengetahui peristiwa yang sedang menjadi perhatian banyak orang dan kecenderungan yang sedang terjadi sehingga seseorang tidak dikatakan ketinggalan informasi. Informasi tersebut juga sangat penting sebagai bahan untuk menganalisis suatu persoalan maupun untuk mendapatkan ide. Seringkali melalui kegiatan mendengar, seseorang memiliki ide untuk ditulis.
Tujuan mendengar untuk mendapatkan informasi tersebut sangat kental pada kegiatan mendengar berita, mendengar ceramah, mendengar khutbah, mendengar dialog, mendengar wawancara, dan mendengar pidato. Selain untuk mendapatkan informasi, mendengar juga memiliki tujuan-tujuan yang khas sesuai karakteristik wacana lisan yang disimak dan orientasi penyimaknya.
Tujuan mendengar sekunder tersebut misalnya untuk mendapatkan hiburan. Mendengar untuk mendapatkan hiburan terjadi pada kegiatan mendengar lawak, drama, atau dongeng. Dalam hal ini mendengar memiliki tujuan rekreatif. Hampir sama dengan tujuan ini adalah mendengar untuk mengapresiasi. Misalnya seorang mendengar pembacaan puisi atau nyanyian untuk mendapatkan kenikmatan melalui bait-bait puisi yang dibacakan atau dinyanyikan. Tujuan apresiatif ini dapat bergeser menjadi Mendengar evaluatif apabila penyimak mendengarkan lagu dengan tujuan menganalisis kemenarikan atau kekhasannya.

Jenis Mendengar
Secara garis besar, mendengar dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu mendengar intensif dan Mendengar ekstensif.
Mendengar intensif memerlukan tingkat konsentrasi yang tinggi agar makna yang dikehendaki dapat ditangkap dengan baik. Mendengar intensif biasanya digunakan untuk memahami bahasa lisan formal, seperti mendengar kuliah, ceramah, dan khutbah. Melalui mendengar intensif, seorang penyimak tidak hanya mendapatkan informasi yang mendalam terhadap materi simakan, tetapi juga bisa mengevaluasi materi simakannya.
Mendengar ekstensif lebih menekankan pada faktor sosial, seperti Mendengar yang dilakukan oleh masyarakat secara umum dalam kehidupan sehari-hari. Mendengar ekstensif ini dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman secara garis besar terhadap bahan simakan. Tujuan mendengar ekstensif adalah agar seseorang tidak ketinggalan informasi. Dalam konteks sosial, seorang mendengar tuturan orang lain agar tercipta hubungan yang harmonis. Dengan mendengar secara ekstensif, seseorang dapat mengambil sikap yang tepat untuk merespon segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya.

makalah filsafat dan agama


MAKALAH FILSAFAT DAN AGAMA

A. Pendahuluan
Istilah filsafat dan agama mengandung pengertian yang dipahami secara berlawanan oleh banyak orang. Filsafat dalam cara kerjanya bertolak dari akal, sedangkan agama bertolak dari wahyu. Oleh sebab itu, banyak kaitan dengan berfikir sementara agama banyak terkait dengan pengalaman. Filsafat mebahas sesuatu dalam rangka melihat kebenaran yang diukur, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama tidak selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang tidak terlalu memperhatikan aspek logisnya.
Perbedaan tersebut menimbulkan konflik berkepanjangan antara orang yang cenderung berfikir filosofis dengan orang yang berfikir agamis, pada hal filsafat dan agama mempunyai fungsi yang sama kuat untuk kemajuan, keduanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Untuk menelusuri seluk-beluk filsafat dan agama secara mendalam perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan agama dan filsafat itu.
Salah satu kebiasaan dunia pene-litian dan keilmuan, berfungsi bahwa penemuan konsep tentang sesuatu ber-awal dari pengetahuan tentang satuan-satuan. Setiap satuan yang ditemukan itu dipilah-pilah, dikelompokkan ber-dasarkan persamaan, perbedaan, ciri-ciri tertentu dan sebagainya. Berdasarkan penemuan yang telah diverivi-kasi itulah orang merumuskan definisi tentang sesuatu itu.
Dalam sejarah perkembangan pemikirian manusia, filsafat juga bukan diawali dari definisi, tetapi diawali dengan kegiatan berfikir tentang segala sesuatu secara mendalam. [1] Orang yang berfikir tentang segala sesuatu itu tidak semuanya merumuskan definisi dari sesuatu yang dia teliti, termasuk juga pengkajian tentang filsafat.
Jadi ada benarnya Muhammad Hatta dan Langeveld mengatakan "lebih baik pengertian filsafat itu tidak dibicarakan lebih dahulu. Jika orang telah banyak membaca filsafat ia akan mengerti sendiri apa filsafat itu. [2] Namun demikian definisi filsafat bukan berarti tidak diperlukan. Bagi orang yang belajar filsafat definisi itu juga diperlukan, terutama untuk memahami pemikiran orang lain.
Dengan demikian, timbul pertanyaan siapa yang pertama sekali memakai istilah filsafat dan siapa yang merumuskan definisinya. Yang merumuskan definisinya adalah orang yang datang belakangan. Penggunaan kata filsafat pertama sekali adalah Pytagoras sebagai reaksi terhadap para cendekiawan pada masa itu yang menama-kan dirinya orang bijaksana, orang arif atau orang yang ahli ilmu pengetahuan. Dalam membantah pendapat orang-orang tersebut Pytagoras mengatakan pengetahuan yang lengkap tidak akan tercapai oleh manusia. [3]
Semenjak semula telah terjadi perbedaan pendapat tentang asal kata filsafat. Ahmad Tafsir umpamanya mengatakan filsafat adalah gabungan dari kata philein dan sophia. Menurut Harun Nasution kedua kata tersebut setelah digabungkan menjadi philosophia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan arti cinta hikmah atau kebijaksanaan.
Orang Arab memindahkan kata Yunani philosophia ke dalam bahasa mereka dan menyesuaikannya dengan susunan kata bahasa Arab, yaitu falsafa dengan pola fa`lala. Dengan demikian kata benda dari falsafa itu adalah falsafah atau filsaf.
Dalam al-Quran kata filsafat tidak ada, yang ada hanya adalah kata hikmah. Pada umumnya orang mema-hami antara hikmah dan kebijaksanaan itu sama, pada hal sesungguhnya maksudnya berbeda. Harun Hadiwijono mengartikan kata philosophia dengan mencintai kebijaksanaan, [4] sedangkan Harun Nasution mengartikan dengan hikmah. [5] Kebijaksanaan biasanya diartikan dengan pengambilan keputusan berdasarkan suatu pertimbangan tertentu yang kadang-kadang berbeda dengan peraturan yang telah ditentukan. Adapun hikmah sebenarnya diungkapkan pada sesuatu yang agung atau suatu peristiwa yang dahsyat atau berat. [6] Namun dalam konteks filsafat kata philosophia itu merupakan terjemahan dari love of wisdom. [7]
Dari pengertian kebahasaan itu dapat dipahami bahwa filsafat berarti cinta kepada kebijaksanaan. Tetapi pengertian itu belum memberikan pemahaman yang cukup, karena maksudnya belum dipahami dengan baik. Pemahaman yang mendasar tentang filsafat diperoleh melalui pengertian. Karena berbagai pandangan dalam melihat sesuatu menyebabkan pandangan pemikir tentang filsafat juga berbeda. Oleh sebab itu, banyak orang memberikan pengertian yang berbeda pula tentang filsafat.
Herodotus mengatakan filsafat adalah perasaan cinta kepada ilmu kebijaksanaan dengan memperoleh keahlian tentang kebijaksanaan itu. [8] Plato mengatakan filsafat ada-lah kegemaran dan kemauan untuk mendapatkan pengetahuan yang luhur. Aristoteles (384-322 sm) mengatakan filsafat adalah ilmu tentang kebenaran.
Itulah di antara definisi yang dikemukakan oleh filosof. Perbedaan itu definisi itu menimbulkan kesan bahwa perbedaan itu disebabkan oleh berbagai faktor, seperti latar belakang sosial, politik, ekonomi dan sebagainya. Jika disadari, perbedaan pendapat itu adalah wajar karena perkembangan ilmu pengetahuan menimbulkan berbagai spesialisasi ilmu yang sesungguhnya terpecah dari filsafat pada umumnya dan selanjutnya muncullah filsafat khusus, seperti filsafat politik, filsafat akhlak, filsafat agama dan sebagainya.
Dengan demikian diketahui betapa luasnya lapangan filsafat. Tetapi walaupun telah terjadi berbagai pemikiran dalam filsafat yang berbentuk umum menjadi berbagai bidang filsafat tertentu, ternyata ciri khas filsafat itu tidak hilang, yaitu pembahasan bersikap radikal, sistematis, universal dan bebas. Dengan demikian dalam pembahasan ini semua prinsip itu memang diperlukan dalam mengkaji berbagai hal tentang agama sehingga hasil itu disebut filsafat agama.
Kata “agama” berasal dari bahasa Sanskrit “a” yang berarti tidak dan “gam” yang berarti pergi, tetap di tempat, diwarisi turun temurun dalam kehidupan manusia. [9] Ternyata agama memang mempunyai sifat seperti itu. Agama, selain bagi orang-orang tertentu, selalu menjadi pola hidup manusia. Dick Hartoko menyebut agama itu dengan religi, yaitu ilmu yang meneliti hubungan antara manusia dengan “Yang Kudus” dan hubungan itu direalisasikan dalam ibadat-ibadat. [10] Kata religi berasal dari bahasa Latin rele-gere yang berarti mengumpulkan, membaca. Agama me-mang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan semua cara itu terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Di sisi lain kata religi berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaan agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. [11] Seorang yang beragama tetap terikat dengan hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama.
Sidi Gazalba mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata relegere asal kata relgi mengandung makna berhati-hati. Sikap berhati-hati ini disebabkan dalam religi terdapat norma-norma dan aturan yang ketat. Dalam religi ini orang Roma mempunyai anggapan bahwa manusia harus hati-hati terhadap Yang kudus dan Yang suci tetapi juga sekalian tabu. [12] Yang kudus dipercayai mempunyai sifat baik dan sekaligus mempunyai sifat jahat.
Religi juga merupakan kecenderungan asli rohani manusia yang berhubungan dengan alam semseta, nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir hakikat dari semua itu. Religi mencari makna dan nilai yang berbeda-beda sama sekali dari segala sesuatu yang dikenal. Karena itulah religi tidak berhubungan dengan yang kudus. Yang kudus itu belum tentu Tuhan atau dewa-dewa. Dengan demikian banyak sekali kepercayaan yang biasanya disebut religi, pada hal sebenarnya belum pantas disebut religi karena hubungan antara manusia dan yang kudus itu belum jelas. Religi-religi yang bersahaja dan Budhisma dalam bentuk awalnya misalnya menganggap Yang kudus itu bukan Tuhan atau dewa-dewa. Dalam religi betapa pun bentuk dan sifatnya selalu ada penghayatan yang berhu-bungan dengan Yang Kudus. [13]
Manusia mengakui adanya ketergantungan kepada Yang Mutlak atau Yang Kudus yang dihayati sebagai kontrol bagi manusia. Untuk mendapatkan pertolongan dari Yang Mutlak itu manusia secara bersama-sama men-jalankan ajaran tertentu.
Jadi religi adalah hubungan antara manusia dengan Yang Kudus. Dalam hal ini yang kudus itu terdiri atas ber-bagai kemungkinan, yaitu bisa berbentuk benda, tenaga, dan bisa pula berbentuk pribadi manusia.
Setelah diketahui pengertian masing-masing dari agama dan filsafat, perlu diketahui apa sebenarnya pengertian filsafat agama. Harun Nasution mengemukakan bahwa filsafat agama adalah berfikir tentang dasar-dasar agama menurut logika yang bebas. Pemikiran ini terbagi menjadi dua bentuk, yaitu:
Pertama membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis tanpa terikat kepada ajaran agama, dan tanpa tujuan untuk menyatakan kebenaran suatu agama. Kedua membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis dengan maksud untuk menyatakan kebenaran suatu ajaran agama atau sekurang-kurangnya untuk menjelaskan bahwa apa yang diajarkan agama tidaklah mustahil dan tidak bertentangan dengan logika. [14] Dasar-dasar agama yang dibahas antara lain pengiriman rasul, ketuhanan, roh manusia, keabadian hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, soal kejahatan, dan hidup sesudah mati dan lain-lain. Oleh sebab itu pengertian filsafat agama adalah berfikir secara kritis dan analitis menurut aturan logika tentang agama secara mendalam sampai kepada setiap dasar-dasar agama itu..
B. Filsafat Yahudi
Yahudi merupakan “dunia” kecil yang tersendiri sebelum pengaruh Kristen, mengapa dikatakan “dunia” yahudi karena yahudi memiliki kitab suci yang berisi ajaran dan praktek keagamaan dan menyakini sebagai bangsa yang terpilih oleh Tuhan (Yahwe) sehingga berdasarkan kenyakinan itu masyarakat yahudi merupakan masyarakat tersendiri.
Meskipun ”dunia” kecil yang tersendiri namun banyak para masyarakat merantau di dunia zaman itu. Di Iskandariah terdapat orang-orang yahudi yang berkenalan dengan keadaan yunani sehingga dapat dikatakan bahwa pengaruh yahudi masuk kedalam yunani atau tidak salah dikatakan dunia yahudi kemasukan dunia yunani).
Iskandariah merupakan kota besar dan pusat perdaganag pada masa itu sehingga disana tempat terjadinya pertukaran, penimbunan barang dan terjadi pula pertukaran harta benda rohani. Pada permulaan tarikh Masehi orang yahudi kira-kira hampir 1.000.000 orang di Iskandariah, dimana masyarakat yahudi telah membaur dengan keadaan disana bahkan anak-anak mereka masuk keperguruan tinggi yang banyak mengkaji tentang filsafat yunani.
Aristobulus pada tahun 150 SM, dengan keberanian mengarahkan bahwa filsafat yunani itu menurut asal mulanya berasal dari kitab suci yahudi. Untuk membuktikannya ia mencoba menerangkan dengan cara-cara penganut Stoa, yaitu dengan mengemukakan bahwa yang terdapat dalam kitab suci itu harus diterima sebagai lambang saja. [15]
C. Neo-Platonisme Plotinus
Neoplatonisme dibangun oleh Plotinus (204-70 SM) yang merupakan filosof besar fase terakhir Yunani. neoplatonisme merupakan rangkaian terakhir dari fase Helenisme Romawi, yaitu suatu fase pengulangan ajaran Yunani yang lama, jadi aliran ini masih berkisar pada filsafat Yunani, yang teramu dalam mistik (tasawuf Timur), dan juga digabung dengan berbagai aliran lain yang mendukung. Akibatnya, di dalamnya kadang terjadi tabrakan antara filsafat Yunani dengan agama-agama samawi. neoplatonisme ini terdapat unsur-unsur Platonisme, Phytagoras, Aristoteles, Stoa, dan mistik Timur, jadi, berpadu antara unsur-unsur kemanusiaan, keagamaan dan mistik. [16]
Aliran yang berupaya menggabungkan ajaran Plato dan Aristoteles dikenal dengan sebutan neoplatonisme, yang merupakan puncak terakhir dalam sejarah filsafat Yunani. [17] aliran ini bermaksud menghidupkan kembali filsafat Plato. [18] Tetapi itu tidak berarti bahwa pengikut-pengikutnya tidak dipengaruhi oleh filsuf-filsuf lain, seperti Aristoteles misalnya dan aliran Stoa. Sebenarnya ajaran ini merupakan semacam sintesa dari semua aliran filsafat sampai saat itu, dimana Plato diberi tempat istimewa. [19] yang berpengaruh aliran ini adalah Ammonius Saccas. Saccas adalah filsuf yang mengajar di Alexandria, Mesir, pada paro pertama abad ketiga.
Tokoh neoplatonisme yang dianggap representatif ialah Plotinus, murid Ammonius Saccas. Plotinus lahir di Lycopolis, Mesir, pada tahun 205 dan meninggal di Campania pada tahun 270 M. Plotinus berguru pada Saccas selama 11 tahun. ia mempelajari falsafah Yunani sejak berusia 27 tahun, terutama karya-karya Plato. ia datang ke Roma sekitar tahun 244 M dan mengajar falsafah sekitar 25 tahun. plotinus yang berupaya memadukan ajaran Aristoteles dan Plato, hanya saja pada praktiknya, ia lebih condong pada ajaran-ajaran Plato. aliran baru yang dirintisnya mencakup berbagai pemikiran dari berbagai negara dan menjadi pusat bagi peminat falsafah, ilmu, dan sastra.
Plotinus juga mendalami ajaran-ajaran mistik India dan Persia, yang saat itu sedang populer. Plotinus dikenal sebagai guru yang sangat dihormati, bahkan di antara murid-murid Plotinus ada yang mendewakannya. meski demikian, ia tetap bersikap rendah hati. Plotinus tidak berniat mendirikan aliran falsafah sendiri, ia hanya ingin mendalami filosofi Plato, sehingga filosofinya dinamakan neoplatonisme. Plotinus tidak menuliskan ajarannya hingga ia berusia 50 tahun. sebelum Plotinus meninggal, ia mewariskan 54 karangan yang dikumpulkan dan diedit oleh salah satu muridnya, Porphyry, dalam enam kelompok yang dikenal dengan Enneads.
Plotinus menyesuaikan filsafat Plato dalam cara-cara yang penting dan karyanya diterbitkan oleh muruidnya Porphyry (±232-305). filsafat ini kemudian dikenal sebagai neoplatonisme. plotinus percaya bahwa ciptaan melimpah (atau mengalir) dari Yang Esa yang adalah Yang Baik. segala sesuatu yang ada pasti baik, atau memuat kebaikan, kalau tidak ia tidak dapat ada sama sekali. [20]

Pokok-pokok Pemikiran
1.Dialektika
Seluruh sistem filsafat Plotinus berkisar pada konsep kesatuan, yang disebutnya dengan nama “Yang Esa”, dan semua yang ada berhasrat untuk kembali kepada “Yang Esa”. Oleh karenanya, dalam realitas seluruhnya terdapat gerakan dua arah: dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, yaitu: Dialektika menurun (a way down) dan Dialektika menaik (a way up)
2.Emanasi
Jika ajaran Plato berpangkal pada “Yang Baik”, yang meliputi segala-galanya, maka ajaran Plotinus berpangkal pada “Yang Esa”. Menurut Plotinus, “Yang Esa” itulah pangkal dari segala-galanya. Filosofi Plotinus berpusat pada keyakinan bahwa “Yang Esa” adalah satu dengan tidak ada pertentangan di dalamnya. “Yang Esa” adalah “Yang Asal”, dan itulah permulaan dan sebab Yang Esa dari segala yang ada. “Yang Esa” itu sempurna, tidak mencari dan tidak memiliki apa-apa. Dari “Yang Esa” itulah keluar sesuatu dari kemudian mengalir menjadi barang-barang yang ada. Dalam menerangkan munculnya keragaman dari “Yang Esa”, Plotinus menyebutkan dengan emanasi dari Dia. Plotinus inilah Yang Esa kali memunculkan konsep emanasi.
Dalam pandangan filsuf terdahulu, “Yang Asal” disebut Penggerak Pertama. Dalam konsep Penggerak Pertama terdapat dua pemahaman yang dapat dimengerti, yakni yang bekerja dan yang dikerjakan, jiwa dan benda. Penggerak Pertama berada di luar alam lahir dan bersifat transedental. Alam sendiri terjadi atas limpahan dari “Yang Asal” dan yang mengalir tetap merupakan bagian dari “Yang Asal”. Oleh karena itu, “Yang Asal” tidak berada di dalam alam akan tetapi sebaliknya alam berada di dalam “Yang Asal”. “Yang Asal” dan yang mengalir selalu berhubungan, semakin jauh mengalir dari asalnya maka yang mengalir semakin tidak sempurna. Alam bukan ciptaan “Yang Asal”, melainkan terjadi menurut pelimpahan dari-Nya. Alam raya ini adalah bayangan yang tidak sempurna dari asalnya, dan kesempurnaan bayangan alam ini bertingkat sesuai jaraknya dari sumbernya. Proses pemancaran dari “Yang Asal” ini dapat dianalogikan dengan proses pancaran cahaya, semakin jauh pancarannya itu dari sumber cahaya maka semakin redup dan berkurang tingkat kejelasan pancaran cahayanya. Semakin jauh dari sumbernya maka akan semakin redup dan akhirnya gelap. Emanasi alam tidak tunduk dalam dimensi ruang dan waktu, sebab dimensi itu berada pada posisi terbawah dari proses emanasi. Dimensi ruang dan waktu adalah konsep yang terjadi di dunia lahir.
Tahap-tahap Wujud
Salah satu persoalan dasar paling pokok dalam ajaran neoplatonisme adalah bagaimana mendamaikan dua macam hal, yakni “Yang Esa” dan segala macam wujud yang fana, sementara mereka sama-sama tidak mempunyai apa pun yang serupa antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk itu model emanasi, dirancang untuk menjelaskan bagaimana segala sesuatu yang tidak memiliki unsur kesamaan antara satu dengan yang lain, pada saat yang sama, juga benar-benar saling berhubungan. Dengan teori emanasi itulah, akhirnya terdapat apa yang disebut unity of being, kesatuan wujud.
Aristoteles, dalam metafisikanya juga hendak menghubungkan kedua alam itu, sambil berupaya menghindarkan kekurangan-kekurangan yang ada dalam sistem filsafat Plato. Aristoteles menggunakan teori form dan matter, dan kadang teori potensial being dan actual being. Ia mengatakan bahwa form murni (pure form) diambil dari “matter m urni” (pure matter). Atau penggambaran “wujud yang ajaib” diambil dari “wujud yang mungkin”. Jadi form murni (zat yang ada dengan sendirinya) menjadi sumber bagi “benda murni” atau “wujud yang mungkin” (yakni alam yang bisa disaksikan). Dengan begitu, maka Aristoteles telah mencoba menghubungkan kedua macam wujud yang ada, yaitu wujud sempurna yang berdiri sendiri dengan alam lain yang membutuhkannya. Aristoteles juga menekankan bahwa yang sempurna (form murni) menarik “yang tidak sempurna” (alam benda). Alam yang terakhir ini bergerak menuju ke arah wujud Yang Esa, karena ingin menjadi sempurna juga. Jadi menurut Aristoteles, Yang Esa bersifat menggerakkan, dan dengan begitu ia tidak bergerak.
Plotinus yang datang kemudian, juga mencoba menyempurnakan ajaran keterhubungan antara dua wujud tersebut. Hanya saja cara yang ditempuhnya lain. Ia menggunakan pokok pikiran bahwa di antara semua wujud ini, ada wujud tertinggi, yang disebut “Yang Esa” atau “Wujud Tertinggi”, dan ada pula wujud yang terendah, yaitu alam materi. Sementara di antara kedua wujud tersebut, terdapat wujud-wujud yang lain. Menurut Plotinus, wujud keseluruhannya ada empat, yaitu:Yang Esa (to hen), Akal (nous), Jiwa (psykhe), Materi (hyle)
D. Gnostisisme
Gnostisisme (bahasa Yunani: γνῶσις gnōsis, pengetahuan) merujuk pada bermacam-macam gerakan keagamaan yang beraliran sinkretisme pada zaman dahulu kala. Gerakan ini mencampurkan pelbagai ajaran agama, yang biasanya pada intinya mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya adalah jiwa yang terperangkap di dalam alam semesta yang diciptakan oleh tuhan yang tidak sempurna. Secara umum dapat dikatakan Gnostisisme adalah agama dualistik, yang dipengaruhi dan memengaruhi filosofi Yunani, Yudaisme, dan Kekristenan.
Istilah gnōsis merujuk pada suatu pengetahuan esoteris yang telah dipaparkan. Dari sana manusia melalui unsur-unsur rohaninya diingatkan kembali akan asal-muasal mereka dari Tuhan yang superior. Yesus Kristus dipandang oleh sebagian sekte Gnostis sebagai perwujudan dari makhluk ilahi yang menjadi manusia untuk membawa gnōsis ke bumi.
Pada mulanya Gnostisisme dianggap sebagai cabang aliran sesat dari Kekristenan, namun sekte Gnostis telah ada sejak sebelum kelahiran Yesus. Keberadaan kaum Gnostik sejak Abad Pertengahan semakin berkurang dikarenakan pengikutnya memeluk Islam atau akibat dari Perang Salib Albigensian (1209–1229). Gagasan Gnostis kembali muncul seiring dengan bertumbuhnya gerakan mistis esoteris pada akhir abad ke-20 dan abad ke-20 di Eropa dan Amerika Utara.
Usaha dalam mendamaikan pemikiran agama Kristen dan pemikiran Yunani terdapat dalam sebuah aliran yang dinamakan Gnostik. Usaha ini bekerja dengan cara mengambil masing-masing unsur baik dari pihak pemikiran Yunani maupun agama Kristen dan menjadikannya sistem baru.
Gnostisisme dimasukkan sebagai cabang dari agama Kristen, tetapi ada juga teori yang menyatakan bahwa asal sistem Gnostik ada beberapa abad terlebih dahulu sebelum era Kristen, dengan kata lain sebelum kelahiran Yesus.
Alasan yang dapat masuk akal mungkin dikarenakan Gnostisisme tidak memiliki unsur alaminya. Gnostisisme merupakan penggabungan dari banyak sistem kepercayaan. Corak pemikiran yang terdapat pada aliran Gnostik adalah sebagai berikut:
a. Adanya dua kubu antara asas dari segala yang baik yaitu roh dan asas dari segala yang jahat yaitu benda.
b. Adanya penciptaan disebabkan oleh sesuatu yang bersifat rohani, tetapi bukan Allah melainkan sesuatu yang disebut demiourgos.
c. Gnostisisme menetapkan posisi pengetahuan (rohaniah) sebagai hal yang dapat disebut tujuan tertinggi, sedangkan iman adalah pondasinya.

http://aiem-promise.blogspot.com/2012/06/i-dont-care-about-color-of-my-skin-now.html

pendidikan karakter


Nama : Iman Gumelar
NIM : 1122030032
Kelas/Semester : A/1
Jurusan : Pendidikan Bahasa Arab
Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam


RESENSI BUKU

Nama Penulis : Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag
Judul Buku : Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi
Penerbit : Alfabeta Bandung
Tahun Terbit : Maret 2012
Jumlah Halaman : 330 Halaman

Menurut Thomas Lickona (1991), pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik dan jujur.
Menurut Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik.
Munculnya gagasan program karakter di Indonesia, karena selama ini proses pendidikan dirasa belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Pendidikan karakter berfungsi mengembangkan potensi dasar agar berhati dan berperilaku baik, memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur, meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter memiliki prinsip-prinsip, diantaranya:
1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basisi karakter
2. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku
3. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk mebangun karakter
4. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunujkkan perilaku yang baik
Menurut Fuerster ciri pendidikan karakter yaitu:
1. Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai
2. Koherensi yang memberi keberanian membuat seseorang teguh pada prinsip dan tidak terombang-ambing pada situasi baru
3. Otonomi
4. Keteguhan dan kesetiaan
Adapun metode pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan karakter itu ada beberapa metode, diantaranya metode hiwar (percakapan), metode qishah (cerita), metode amtsal (perumpamaan), metode uswah (percontohan), metode pembiasaan, metode ibrah dan mau`idlah, dan metode targhib dan tarhib (janji dan ancaman).
Dalam pengembangan kurikulum, pendidikan karakter memiliki beberapa prinsip:
1. Prinsip berorientasi pada tujuan
2. Prinsip relevansi (kesesuaian)
3. Prinsip efisiensi dan efektifitas
4. Prinsip fleksibilitas
5. Prinsip berkesinambungan
6. Prinsip keseimbangan
7. Prinsip keterpaduan
8. Prinsip mengedepankan mutu
Dalam pendidikan karakter silabus pembelajaran dikembangkan dengan rujukan utama standar isi (permen diknas nomor 22 tahun 2006) yaitu, silabus memuat SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.

pemikiran murjiah


PEMIKIRAN KALAM MURJI’AH DAN IMPLIKASI SOSIAL POLITIK
(Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam)

Disusun Oleh Kelompok Tiga :



Asyhar Rozak Al-Afgani
Azzahra Khoirunnida
Firman Septiadi
Maulana Abdul Aziz



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2012





BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aliran-aliran dalam khazanah keislaman rupanya berangkat dari persoalan politik. Peperangan argumentasi dan aliran pemikiran telah berhasil membuat islam menjadi semakin bercorak, penuh warna, diversitas, bahkan menjadi perbincangan mengenai aliran-aliran ini selalu hangat sampai saat ini. Dalam banyak hal, perbedaan aliran ini melahirkan banyak implikasi-implikasi dalam napas kehidupan islam sepanjang catatan sejarahnya. Baik dalam persoalan politik itu sendiri, maupun implikasi pada persoalan sosial.
Jika masih ada yang mengernyitkan kening ketika kata ‘Pemikiran Murji’ah’ bersenandung di telinga kita, maka perhatian yang cukup dalam perlu disimpan dalam hal ini. Penjeberannya, pembahasan, analisis masalah, literasi sejarah, dan implikasi yang terjadi menjadi bagian-bagian penting yang harus dipelajari mengenai pemikiran murji’ah ini. Karena argmentasi tanpa fakta tak lebih dari sekadar orang tua yang menghasut anaknya, supaya tidak jajan berlebihan ketika keuangan sudah kering.

1.2 Tujuan
Secara akademis, makalah ini dibuat sebagai sebuah jalan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam. Sedangkan secara teoritis, makalah ‘Pemikiran Murji’ah’ ini merupakan salah satu upaya untuk mengimplementasikan kemampuan penyusun, sebagai upaya sadar agar pemahaman mengenai objek kajian yang dimaksud menjadi lebih luas, dan memahami lebih detil pemahaman Kalam Murji’ah. Karena dengan paham, kita mampu menjadi pribadi yang lebih bisa menghargai pendapat orang lain, toleransi terhadap diversitas yang terjadi, dan wawasan menjadi bertambah tidak hanya kaku pada satu pemahaman saja. Di samping melatih kemampuan penyusun, dalam rangka proses kemampuan menulis makalah.

1.3 Rumusan Masalah
a. Apa definisi Pemahaman Aliran Murji’ah?
b. Bagaimana sejarah timbulnya Aliran Murji’ah?
c. Apa saja sekte-sekte dalam Aliran Murjiah?
d. Bagaimana implikasi Pamahaman Murji’ah yang terjadi dalam bidang sosial politik?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Aliran Murji’ah
Murji’ah berasal dari kata arja’a yang artinya menunda, menangguhkan, atau memberi pengharapan. Murji’ah merupakan golongan yang menangguhkan masalah orang yang mengerjaan dosa besar sampai hari kiamat, dan memberi pengharapan bagi pelaku dosa besar. Karena jika diampuni Tuhan, ia akan masuk surga, dan jika tidak, maka neraka adalah tempat terindah bagi pelaku dosa besar.

2.2 Sejarah Timbulnya Pemikiran Murji’ah
Flash back yang terjadi sebelum Aliran Murji’ah lahir, adalah ketika kaum Khawarij sebagai penyokong ‘Ali tapi kemudian berbalik haluan menjadi musuhnya. Karena adanya perlawan ini, orang-orang yang tetap setia mendukung ‘Ali menjadi semakin ekslusif dalam dukungannya, sehingga menjadi satu aliran baru bernama Syi’ah. Setelah ‘Ali mati terbunuh, Syi’ah semakin menampakkan kefanatikannya. Meskipun Khawarij dan Syi’ah sama-sama menentang kekuasaan Bani Umayah, tetapi keduanya memiliki motif yang berbeda. Khawarij menentang Dinasti Umayah, karena menilai mereka telah menyeleweng dari ajaran-ajaran islam. Sedangkan Syi’ah, berdalih pada kedudukan mereka yang telah merampas kekuasaan dari ‘Ali dan keturunannya.
Dalam suasana pertentangan seperti ini, timbul satu golongan baru yang ingin bersikap netral, tidak ingin berintervensi dalam golongan yang saling kafir-mengkafirkan satu sama lain. Kelompok ini tumbuh di tengah-tengah ramainya perdebatan tentang dosa besar, apakah ia mukmin atau bukan. Orang Khawarij mengatakan kafir, orang Mu’tazilah mengatakan bukan mukmin yang kadang-kadang disebut muslim, Hasan Bashri dan para pengikutnya mengatakan munafik, karena perbuatan adalah perwujudan hati dan bukan lidah sebagai perwujudan lisan. Kebanyakan ulama mengatakan pelaku dosa besar itu mukmin yang bermaksiat dan urusannya di tangan Allah. Jelas ia dikehendaki maka disiksa sesuai dengan dosanya, jika tidak maka dimaafkan-Nya . Kelompok Murji’ah menyatakan bahwa dosa tidak mempengaruhi iman sebagaimana taat tidak mempengaruhi kekafiran. Di antara para penganutnya mengatakan bahwa pelaku dosa besar ditangguhkan hukumannya sampai hari hari kiamat. Mereka bertemu dengan sekelompok besar ulama sunni, akan tetapi ketika mereka diperiksa, ternyata apa yang menjadi argumen mereka memiliki relevansi yang sama dengan pendapat mayoritas para ulama. Bagi mereka, orang yang bertentangan itu merupakan orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu, mereka tidak mengeluarkan argumen tentang siapa yang benar, atau siapa yang salah. Yang pada akhirnya lebih baik menunda (arja’a) penyelesaian persoalan ini sampai hari perhitungan kelak di hadapan Tuhan.
Dengan demikian, kaum Murji’ah pada mulanya merupakan golongan yang tidak mau campur tangan dalam pertentangan-pertentangan yang terjadi kala itu, dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya orang-orang yang bertentangan itu kepada Allah swt.
Aliran ini timbul di Damaskus pada akhir abad pertama hijrah. Meskipun berangkat dari persoalan politik, rupanya golongan ini juga merambah pada aspek-aspek lain, seperti Teologi. Pembahasan-pembahasan mengenai dosa besar yang ditimbulkan kaum khawatij, menjadi titik perhatian dan pembahasan pula bagi mereka. Sebagaimana gerbang terdepan mereka, mereka mengambil jalan sederhana mengenai persoalan dosa besar dengan cara menundanya sampai hari pertanggungjawaban kelak. Argumentasi yang mereka pegang adalah, orang islam yang melakukan dosa besar, mereka tetap mengakui Allah sebagai Tuhannya, dan Muhammad sebagai nabinya, sebagai dasar utama dalam iman. Oleh karena itu, menurut mereka muslim berdosa besar tetap muslim dan tidak secara otomatis menjadi kafir.
Substansi dari argumen semacam ini membawa pemahaman bahwa iman adalah yang utama, dan amal menjadi nomor kedua. Perbuatan tidak dapat dipakai sebagai ukuran untuk menentukan kafir tidaknya seseorang, karena imanlah yang menentukan. Keyakinan dalam hatilah yang terpenting, dan yanga da dalam hati manusia hanya Tuhan dan dirinya sendiri yang tahu. Manusia hanya bisa mengetahui dari apa yang diucapkan manusia, dan ucapan manusia belum tentu relevan dengan apa yang tersembunyi dalam hatinya.
Orang-orang Murji’ah berkata tentang orang-orang yang berselisih : “mereka bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan Muhammad sebagai Rosulullah, maka mereka bukan orang-orang kafir atau musyrik, mereka adalah muslim. kami serahkan urusan mereka kepada Allah yang Mahatahu rahasia-rahasia manusia dan Ia-lah yang menilai mereka” . Inilah pendapat yang tidak harus diragukan, yaitu agar tidak berkepanjangan dalam perselisihan. Mereka menyerahkan soal pelaku dosa besar kepada Allah, mungkin di antara mereka ada yag dihapus dosanya, dan digantikan dengan kebaikan. Akan tetapi, yang menjadi problem dari aliran ini adalah para penerus mereka yang tidak berhenti pada batas penangguhan yang bersifat pasif, malah mereka menentukan bahwa dosa tidak mempengaruhi iman dan kebenaran tidak terpengaruh oleh maksiat. Iman terpisah dari amal, bahkan di antar mereka ada yang ekstrim, yang berpendapat bahwa iman adalah keyakinan dalam hati, maka apabila menyatakan diri kafir dengan lidahnya, menyembah berhala, menjalankan segala perbuatan orang-orang Yahudi dan Nasrani, kemudian ia mati, maka ia tetap mukmin sepenuhnya dan termasuk ahli surga.
Tampak di sini bahwa mereka telah melewati batas dalam menilai amal dan hubungannya dengan iman, dan kausalitasnya terhadap surga dan neraka. Mereka juga menyepelekan pangkal keimanan dengan menyatakan bahwa iman hanyalah kepatuhan dalam hati. Menurutnya, kepatuhan ini berarti rukun iman. Artinya, meskipun tidak tahu ka’bah di mana dan tidak tahu babi itu seperti apa, tidak akan merusak iman. Dalam beberapa hal memang tidak merusak iman, tapi merusak amal. Analogi ka’bah dan babi, berangkat dari pendapat sebagian dari mereka, yang mengatakan, “aku tidak tahu apalah maksdu babi yang dilarang Allah untuk dimakan itu, apakah domba yang ini atau bukan” ; ia tetap iman. Atau mengatakan, “Allah memerintahkan untuk beribadah menghadap ka’bah, tapi aku tak tahu ka’bah itu di mana, apakah di India, atau di mana” ; ia tetap beriman. Padahal, orang berakal tidak akan meragukan di mana letak ka’bah, dan mampu membedakan mana domba dan babi, karena perbedaan kedua hewan ini jelas.

2.3 Pokok-pokok Pemikiran Murji’ah
Pokok pikiran merupakan substansi yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya, meskipun sama-sama islam. Sebagai contoh, sepasang anak kembar memiliki cara berpikir dan bertindak yang berbeda, meskipun dalam beberapa sisi terdapat kesamaan.
Menurut Harun Nasution, ada empat pokok ajaran Murji’ah, yaitu :
a. Menunda hukuman atas Ali, Muawwiyah, Amr bin Ash dan Musa Al-Asy’ary yang terlibat dalam tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
b. Menyerahkan keputusan Allah atas orang islam yang berbuat dosa besar.
c. Meletakkan pentingnya iman daripada amal.
d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat Allah swt.

2.4 Sekte-sekte Aliran Murji’ah
Pada umumnya, kaum Murji’ah dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim.
Golongan moderat berpendapat orang berdosa besar bukanlah kafir, dan tidak akan kekal dalam neraka. Hukuman yang diberikan sesuai dengan beratnya dosa, bahkan mungkin saja Allah akan mengampuninya, sehingga tidak akan masuk neraka sama sekali. Dalam golongan ini, beberapa nama yang dikenal antara lain Al-hasan ibn ‘Ali ibn Abi Thalib, Abu hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadis.
Sedangkan golongan ekstrim berpendapat bahwa iman itu terletak dalam hati dan tidak ada seorang pun yang tahu. Karena itu, ucapan dan perbuatan maksiat tidak akan merusak imannya. Menurut golongan ini, orang islam yang percaya pada Tuhannya dan menyatakan kekufurannya lewat lisan, ia tak lantas menjadi kafir, karena kufr dan iman tempatnya dalam hati, bukan bagian dari tubuh manusia.
Secara lebih rinci, kaum Murji’ah terpecah menjadi beberapa golongan sebagai berikut :
a. Al-Yunusiyah
Sekte ini dipimpin oleh Yunus bin Aum An-Numairy. Ajaran-ajaran yang terdapat dalam sekte ini antara lain :
1) Maksiat tidak membahayakan kalau iman masih ada, meninggalkan ketaatan tidak merusak kalau ma’rifat masih ada.
2) Iblis itu mengenal Allah, tetapi ia kafir karena sombong
b. Al-Ubaidiyah
Sekte ini dipimpin oleh Al-Ubaid Al-Muktab. Di antara ajarannya adalah, pernyataan bahwa Ilmu Allah, Kalam Allah, dan Agama Allah merupakan yang lain daripada-Nya.
c. Al-Ghasaniyah
Sekte ini dipimpin oleh Ghasan Al-Kaufi. Menurutnya, iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang.
d. Asy-Syabaniah
Sekte ini dipimpin oleh Syauban Al-Murji. Mereka tidak menegaskan seorang mukmin yang berdosa akan keluar dari siksa api neraka.
e. At-Tumaniyah
Sekte ini dipimpin oleh Abu Muas At-Taumiyah. Menurut mereka, orang yang meninggalkan salat dan menghalalkan meninggalkannya adalah kafir. Tetapi jika diniatkan akan dikada, maka tidaklah kafir.
f. Ash-Shalihiyah
Sekte ini dipimpin oleh Abu Amir As-Shalihi. Ajaran yang dimiliki golongan ini antara lain, yang disebut zakat, puasa dan haji itu hanyalah digambarkan sebagai kepatuhan belaka dan tidak dimasukan dalam perkara ibadah kepada Allah, sebab yang dianggap ibadah adalah iman.
g. Al-Jahmiyah
Sekte ini dipimpin oleh Jahm ibn Shafwan. Menurut mereka, Alquran adalah makhluk Allah. Jadi, Alquran itu baru dan Tuhan tidak dapat dilihat walaupun di akhirat.

2.5 Implikasi Pemikiran Murji’ah dalam Dunia Sosial-Politik

BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

laporan observasiilmu kalam


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Teologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Theos yang berarti Tuhan dan logos yang beraRti ilmu. pengetahuan tentang Tuhan, dasar-dasar kepercayaan kepada Tuhan dan agama berdasarkan pada kitab-kitab Suci. Selanjutnya dalam kamus filsafat di sebutkan teologi secara sederhana yaitu suatu studi engenai pertayaan tentang Tuhan dan hubungannya dengan dunia realitas. Dalam pengertian yang lebih luas, teologi merupkan salah satu cabang dari filsafat atau bidang khusus inquiri filosofi tentnag Tuhan (Runes,1953:317).
Teologi merupakan pengetahuan untuk mengetahui tentang ketuhanan yang meliputi sifat-sifat Allah, dasar kepercayaan kepada Allah dan agama terutama berdasarkan kepada kitab suci al-quran. Dengan demikian setiap kelompok masyarakat bahkan setiap orang mempunyai teologi yang berbeda dalam mengenal Tuhannya. Teologi tersebut sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat atau perseorangan yang meliputi kehidupan sehari-hari, kehidupan pribadi, kehidupan spiritual dan kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat yang menganut suatu faham teologi tertentu dalam kenyataannya tidak mengetahui secara mendalam tentang teologi yang dianutnya tersebut. Terkadang masyarakat menganut suatu faham teologi karena mengikuti orang tuanya atau orang-orang pendahulunya tanpa menggali lebih dalam tentang teologi yang mereka yakini tersebut. Oleh karena itu jika ada sekelompok orang yang tidak sefaham dengan keyakinannya dianggap menyimpang dan menyebabkan konflik yang menimbulkan perpecahan.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana keyakinan yang dianut masyarakat Kampung Neglasari RT 26 RW 004 Desa Cijulang kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya dan apa landasannya?
2. Bagaimana pemahaman masyarakat Kampung Neglasari RT 26 RW 004 Desa Cijulang kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya terhadap teologi yang dianutnya?
3. Bagaimana dampak keyakinan masyarakat Kampung Neglasari RT 26 RW 004 Desa Cijulang kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya terhadap kehidupan sehari-hari?
4. Bagaimana pendapat masyarakat Kampung Neglasari RT 26 RW 004 Desa Cijulang kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya tentang perilaku yang menyimpang terhadap keyakinannya?
C. Tujuan Observasi
1. Untuk mengetahui keyakinan masyarakat Kampung Neglasari RT 26 RW 004 Desa Cijulang kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya beserta landasan yang digunakan.
2. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat Kampung Neglasari RT 26 RW 004 Desa Cijulang kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya terhadap teologi yang dianutnya.
3. Untuk mengetahui dampak dari keyakinan yang dianut oleh masyarakat Kampung Neglasari RT 26 RW 004 Desa Cijulang kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya terhadap kehidupan sehari-hari.
4. Untuk mengetahui pendapat masyarakat Kampung Neglasari RT 26 RW 004 Desa Cijulang kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya tentang perilaku yang menyimpang terhadap keyakinannya.
D. Kegunaan
1. Unutuk memenuhi tugas akhir mata kuliah ilmu kalam.
2. Bertambahnya pengetahuan dan wawasan tentang pemahaman masyarakat terhadap keyakinan yang dianutnya.




BAB II
LAPORAN HASIL OBSERVASI

A. Profil Masyarakat Kampung Neglasari
Observasi ini dilaksanakan di Kampung Neglasari RT 26 RW 004 Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Kampung Neglasari dipimpin oleh seorang Kepala Dusun atau masyarakat setempat biasa menyebutnya dengan nama KADUS yang bernama HOLIS. Masyarakat yang tinggal di kampung ini sekitar 700 jiwa, yang terbagi kedalam 9 (sembilan) rukun tetangga (RT) yang terdiri dari RT 20, RT 21, RT 22, RT 23, RT 24, RT 25, RT 26, RT 27 dan RT 28. Aktivitas pemerintahan Kampung Neglasari biasa dilaksanakan di Balai Dusun/ Balai Kampung yang berada di pusat kampung.
Wilayah Kampung Neglasari RT 26/RW 004 dipimpin oleh seorang ketua RT yang bernama Haeruman. Masyarakat yang tinggal di wilayah RT 26 ini sekitar 200 jiwa. Meskipun di kampung, tetapi jaringan informasi dan komunikasi telah masuk ke daerah ini. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang mempunyai telepon genggam/ponsel/hand phone dari mulai anak-anak sampai dewasa.
Masyarakat di Kampung Neglasari RT 26/RW 004 ini memiliki mata pencaharian yang berbeda-beda. Ada yang bermata pencaharian sebagai petani, buruh, tenaga pendidik, pedagang dan ada juga yang menjadi wiraswasta. Tetapi masyarakat di Kampung Neglasari RT 26/RW 004 ini kebanyakan sebagai petani, karena tanah disekitar kampung ini sangat luas dan dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan masyarakat.
Agama yang dianut oleh masyarakat Kampung Neglasari RT 26/ RW 004 hanya agama islam. Ini dibuktikan dengan tempat peribadatan yang ada di kampung ini ternyata hanya ada mesjid saja tidak ada tempat peribadatan yang lain.
Mesjid merupakan pusat tempat kegiatan spiritual masyarakat kampung Neglasari RT 26/ RW 004. Kegiatan peribadatan yang biasa dilaksanakan di mesjid yaitu sholat lima waktu, pengajian rutin (setiap malam jum`at) dan perayaan hari besar islam. Selain mesjid, di kampung ini terdapat sebuah pondok pesantren yang digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar pemuda-pemudi dan anak-anak yang ada di kampung ini.
Gotong royong merupakan simbol dari masyarakat kampung Neglasari RT 26/ RW 004. Mereka melaksanakan gotong royong secara rutin yaitu setiap hari jum`at setelah melaksanakan solat jum`at. Kegiatan gotong royong di kampung ini sudah terkenal ke kampung tetangga serta kampung yang lain, oleh karena itu masyarakat kampung RT 26/ RW 004 selalu diminta bantuannya untuk membantu dalam kegiatan gotong royong di kampung yang lain.
Masyarakat di kampung Neglasari Rt 26/ RW 004 kebanyakan hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sedangkan yang melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan pendidikan tinggi masih sedikit.
Adapun batas wilayah kampung Neglasari RT 26/ RW 004 adalah sebagai berikut:
- Sebelah utara berbatasan dengan wilayah RT 25/ RW 004
- Sebelah selatan berbatasan dengan sungai Ciapitan/ Leuwi Bilik
- Sebelah barat berbatasan dengan wilayah RT 22/ RW 004
- Sebelah timur berbatsan dengan wilayah RT 28/ RW 004
B. Pembahasan
1. Keyakinan Masyarakat Terhadap Teologi dan Landasan
Masyarakat kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 menganut teologi yang mayoritas dianut oleh warga Negara Indonesia yaitu Ahlusunnah Wal Jamaah. Masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 meyakini bahwa teologi Ahlusunnah Wal Jamaah merupakan satu-satunya golongan umat islam yang benar dan pada hari kiamat nanti akan masuk surga.
Masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 menganut Ahlusunnah Wal Jamaah karena mereka berlandaskan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya:
“ Dari Abdillah bin Amr berkata: Rosululloh SAW bersabda: Akan datang kepada umatku sebagaimana yang terjadi kepada Bani Israil, mereka meniru perlakuan seseorang dengan sepadannya, walaupun diantara mereka ada yang menggauli ibunya secara terang-terangan niscaya akan ada diantara umatku yang melakukan seperti mereka. Sesungguhnya Bani Israil berkelompok menjadi 72 golongan. Dan umatku akan berkelompok menjadi 73 golongan, semua di neraka keculai satu. Sahabat bertanya: Siapa mereka itu Rosululloh? Rosululloh menjawab: Apa yang ada padaku dan sahabat-sahabtku. (HR. At-Tirmidzi, al- Ajiri, al-Lalkai)
Berdasarkan hadits di atas, masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 menafsirkan bahwa satu golongan yang tidak akan masuk neraka adalah ahlusunnah wal jamaah. Karena ahlusunnah wal Jamaah dalam setiap perbuatannya mengikuti sunah Rosul dan atsarnya para sahabat.
Untuk memperkuat keyakinannya, masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 selalu mendengarkan ceramah yang berisi doktrin-doktrin Ahlusunnah Wal Jamaah agar keyakinannya semakin kuat dan tidak terganggu oleh faham-faham diluar Ahlusunnah Wal Jamaah. Karena pada zaman sekarang ini banyak pemikiran-pemikiran baru yang dapat menganggu pemikiran masyarakat dalam hal keyakinan yang dianutnya, mereka merasa takut jikalau keluar dari keyakinan yang diyakininya yaitu Ahlusunnah Wal Jamaah.
2. Pemahaman Masyarakat Terhadap Teologi Yang Dianutnya
Masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 menganut teologi Ahlusunnah Wal Jama`ah. Ahlusunnah Wal Jamaah merupakan suatu golongan yang segala perbuatan dalam kehidupannya baik dalam kehidupan spiritual, kehidupan bermasyarakat dan kehidupan sehari-harinya sesuai dengan sunah Nabi Muhammad SAW. Dalam memahami Ahlusunnah Wal Jamaah, mereka mengidentikannya dengan Nahdlatul Ulama atau yang lebih dikenal dengan NU. Karena mereka lebih mengenal Nahdlatul Ulama dan selalu menghadiri kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama dibandingkan dengan organisasi islam yang lainnya, sehingga ada sebagian masyarakat yang bersikap fanatik terhadap organisasi islam selain Nahdlatul Ulama.
Dalam teologi yang dianutnya tersebut, masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 hanya memahami teologi tersebut secara singkat. Oleh karena itu jika ada seseorang yang ingin tahu secara lebih mendalam tentang teologinya tersebut, merteka selalu membawa orang tersebut kepada tokoh masyarakat ataupun ustadz yang ada di kampung tersebut.
Dengan demikian masyrakat Kapung Neglasari Rt 26 Rw 004 kurang memahami terhadap teologi yang dianutnya secara mendalam karena untuk menjawab pertanyaan yang diajukan tentang teologi yang dianutnya tersebut mereka selalu menunjuk untuk beratnya kepada ustadz, mereka berpendapat jika dijawab langsung dan bukan oleh ahlinya takut salah dan menyimpang dari ajaran yang sudah ada.
3. Dampak Keyakinan Masyarakat Terhadap Kehidupan Sehari-hari
Dalam melaksanakan aktifitas sehari-harinya masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 berprinsip bahwa setiap pekerjaan ataupun kegiatan maslahat yang mereka lakukan harus memiliki nilai ibadah. Masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 tidak ada yang menganggur di rumahnya, mereka berkeyakinan bahwa setiap manusia harus berikhtiar mencari nafkah untuk memenuhi kehidupan keluarganya, tetapi ikhtiar juga harus tetap disertai dengan do`a karena ikhtiar tanpa disertai dengan do`a kurang sempurna.
Gotong royong merupakan kegiatan masyarakat Rt 26 Rw 004 yang selalu dilaksanakan secara rutin dan sudah berjalan cukup lama, yakni sejak generasi terdahulu sampai generasi sekarang. Masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 berkeyakinan bahwa gotong royong merupakan suatu sarana untuk memperkokoh tali ukhuwah islamiyah antar masyarakat dan juga merupakan kegiatan yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ketika membina masyarakat madinah dan kegiatan ini merupakan sunah Rosul.
4. Perilaku Menyimpang Masyarakat Terhadap Keyakinannya
Di Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 tidak ditemukan prilaku masyarakat yang menyimpang dari teologi yang mereka yakini. Hal ini terjadi karena masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 selalu diperkuat dengan amalan-amalan dan kegiatan-kegiatan yang berasaskan teologi yang diyakininya yaitu Ahlusunnah Wal Jama`ah, contohnya masyarakat KampungNeglasari Rt 26 Rw 004 dalam setiap minggu selalu mengadakan dan mengikuti siraman rohani yang isinya untuk memperkuat keyakinan yang mereka yakini.
Selain itu masyarakat kapung Neglasari Rt 26 Rw 004 selalu mengadakan musyawarah dengan para ustadz yang pandai dalam beraqidah jika mereka menemukan ajaran-ajaran islam yang dianggap baru dan beredar luas di masyarakat sehingga mereka menapatkan pengetahuan dan tidak dapat terjerumus ke dalam hal-hal yang menyimpang dari ajaranny yang dapat menganggu keyakinannya. Oleh karena itu di Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 tidak dietmuakan prilaku masyarakat yang menyimpang dari teologi yang mereka yakini karena selalu berpegang teguh kepada teologi yang mereka yakini.
Pada saat ini di Kampung Neglasari tidak ditemukan prilaku mayarakat yang menyimpang dari teologi yang dianutnya. Tetapi jika melihat sejarah kampung ini, pada sekitar tahun 90-an di kampung ini ada peristiwa yang sangat menghebohkan penduduk kampung, yaitu ketika salah satu masyarakat mengadakan pernikahan anaknya masyarakat sangat terkejut karena di slah satu kamar rumahnya ada sesajen yang menurut Ahlusunnah waljamaah melarang terhadap perbuatan tersebut. Kemudian masyarakat sangat membenci terhadap keluarga tersebut dan akhirnya masalah tersebut diselesaikan oleh ketua kampung dan akhirnya perbuatan menyimpang seperti itu tidak ada sampai sekarang.
5. Keyakinan Atau Teologi Selain Ahlusunnah wal Jamaah
Menanggapi keyakinan atau teologi selain ahlusunnah wal jamaah, yaitu mu`tazilah, jabbariyah, qadariyah, syiah, khawarij dan sebagainya, masyarakat kampung neglasari rt 26 rw 003 menganggap bahwa keyakinan atau teologi selain ahlusunnah wal jamaah itu kafir, karena berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang masuk surga itu hanya satu golongan yaitu ahlusunah wal jamaah. Oleh karena itu golongan-golongan selain ahlusunnah wal jamaah akan masuk neraka dan yang masuk neraka hanya orang-orang kafir.
Dalam hal muamalah ( hubungan antar manusia) masyarakat kampung neglasari Rt 26 Rw 003 tidak bersikap fanatik jika berhubungan dengan mereka yang berkeyakinan diluar ahlusunnah wal jamaah, dan selalu mempererat ukhuwah islamiyah meskipun mereka tidak sama keyakinannya.






















BAB III
SIMPULAN
A. Simpulan
Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 Desa Cijulang Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Keyakinan yang dianut oleh masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 adalah Ahlusunnah Wal Jama`ah, yaitu suatu golongan yang segala prilaku ataupun perbuatan dalam kehidupannya sesuai dengan sunah Nabi Muhammad SAW. Mereka meyakini bahwa ahlusunnah Wal Jama`ah merupakan satu-satunya golongan umat islam yang benar dan masuk surga.
Masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 memahami bahwa Ahlusunnah Wal Jama`ah selalu di didentikkan dengan organisasi islam Nahdlatul Ulama (NU). Oleh karena itu mereka bersikap fanatik terhadap organisasi islam selain Nahdlatul Ulama (NU).
Dengan teologi yang dianut olehg masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 Rw 004 berdampak terhadap kehidupan sehari-harinya. Dalam melaksanakan pekerjaannya mereka berkeyakinan bahwa setiap pekerjaan ataupun kegiatan yang baik harus mempunyai nilai ibadah. Ikhtiar dan do`a merupakan landasan dalam kehidupan masyarakat Rt 26 Rw 004, dan gotong royong merupakan sunah rosulk yang harus diikuti oleh setiap umat Nabi Muhammad SAW karena merupakan sarana untuk memperkokoh tali ukhuwah islamiyah.
Masyarakat Kampung Neglasari Rt 26 RW 004 memegang teguh terhadap teologi yang dianutnya. Oleh karena itu tidak ditemukan prilaku masyarakat yang menyimpang dari ajaran yang mereka yakini.
B. Saran
Kehidupan sekarang lebih rumit dan lebih ramai dari kehidupan yang telah berlalu. Oleh karena itu tanamkanlah dasar-dasar agama islam yang kuat dalam diri supaya mampu mengimbangi kehidupan dunia yang semakin kacau dan kompleks ini. Jadilah salah satu manusia yang menjadi cahaya bagi siapa saja yang disekitarnya supaya cahaya islam menyebar dan menjadi rohmatan lil alamin.
Di kehidupan generasi sekarang banyak sekali kelompok-kelompok yang mengatasnamakan islam oleh karen itu berhati-hatilah dan jangan sampai terpengaruh.



















makalah retorika bahasa indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diantara karunia Allah yang besar bagi manusia adalah kemampuan berbicara. Dengan kemampuan tersebut manusia dapat menyampaikan gagasan, pikiran, dan perasaan kepada orang lain. Dengan kemampuan tersebut pula manusia dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, oleh karena itu berbicara menjadi hal penting bagi kehidupan manusia.
B. Perumusan Masalah
1. Jelasakn jenis-jenis berbicara ?
2. Bgaimana metode berbicara yang baik?
3. Apasaja yang termasuk berbicara dalam kegiatan berpidato?
4. Apasaja yang termasuk berbicara dalam kegiatan ilmiah?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan adalah untuk:
1. Menjelaskan jenis-jenis berbicara
2. Menjelaskan metode berbicara yang baik
3. Menjelasakan berbicara dalam kegiatan berpidato
4. Menjelasakan berbicara dalam kegiatan ilmiah
D. Manfaat dan Kegunaan Pembahasan
Adapun manfaat pembahasan untuk menjelaskan tentang retorika teori dan praktik. Kegunaanya adalah untuk dipresentasikan dalam acara diskusi kelompok..






BAB II
RETORIKA TEORI DAN PRAKTIK
A. Jenis-jenis Berbicara
1. Berdasarkan Situasinya
a. Formal
Dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara formal. Penggunaan berbicara jenis ini misalnya dalam kegiatan tukar-menukar informasi, percakapan, menyampaikan berita,pengumuman atau bertelepon.
b. Nonformal
Dalam situasi nonformal, pembicara berbicara secara tidak formal dalam arti berbicara secara sederhana. Penggunaan berbicara jenis ini misalnya dalam kegiatan ceramah, wawancara, atau prosedur parlementer.
2. Berdasarkan Reaksi dari Pesan yang Disampaikan
a. Pembicara sebagai penyampai pesan dan pesannya dipahami oleh pendengar tetapi tidak ada interaksi antara pembicara dan pendengar
Penggunaan berbicara jenis ini misalnya sebagai penyampai berita, pembawa acara, berpidato, dan lain-lain.
b. Pembicara sebagai penyampai pesan disusul dengan adanya interaksi antara pembicara dan pendengar.
Pada berbicara jenis ini, posisi pembicara dan pendengar diduduki silih berganti. Penggunaan berbicara jenis ini misalnya dalam diskusi, debat, seminar, symposium, rapat organisasi, dan lain-lain.
3. Berdasarkan Klasifikasi Pesan
a. Komunikasi Satu Arah
Komunikasi satu arah yaitu situasi komunikasi yang bersifat pengirim pesan dan tidak memiliki kesempatan untuk mengetahui cara penerima pesan telah memodifikasikan pesannya. Yang termasuk ke dalam jenis berbicara ini diantaranya, ceramah, berpidato, khotbah,wawancara dan lain-lain.

b. Komunikasi Dua Arah
Komunikasi dua arah yaitu situasi komunikasi yang bersifat pengirim pesan cukup leluasa mendapatkan umpan balik tentang cara penerima pesan menangkap pesan yang telah dikirimnya. Pembicara dan pendengar terlibat dalam suatu interaksi verbal untuk mencapai tujuan tertentu. Jenis berbicara ini diantaranya digunakan dalam diskusi.
4. Berdasarkan Tujuan
a. Menginformasikan
b. Menghibur
c. Meyakinkan
5. Berdasarkan Metode atau Cara Penyampaiannya
a. Impromptu
b. Manuskrip
c. Memoriter
d. Ekstempore
6. Berdasarkan Wilayah Kajian
a. Berbicara Terapan atau Berbicara Fungsional (Berbicara Sebagai Seni)
Berbicara jenis ini, penekanannya diletakkan pada penerapan berbicara sebagai alat komunkasi dalam masyarakat.
Pokok-pokok yang mendapat perhatian antara lain:
1. Berbicara di muka umum
2. Pemahaman makna kata
3. Diskusi kelompok
4. Argumentasi
5. Debat
6. Prosedur Parlementer
7. Penafsiran lisan
8. Seni drama
9. Berbicara melalui udara
b. Pengetahuan Dasar Berbicara atau Berbicara Sebagai Ilmu
Jika memandang berbicara sebagai ilmu, maka hal yang harus ditelaah antara lain:
1. Mekanisme berbicara dan mendengar
2. Latihan dasar bagi ajaran dan suara
3. Bunyi-bunyi bahasa
4. Bunyi-bunyi dalam rangakaian ujaran
5. Vokal, konsonan dan diftong
6. Patologi ujaran (penyelidikan mengenai cacat dan gangguan yang menghambat kemampuan orang berkomunikasi verbal)
7. Berdasarkan Jumlah Penyimaknya
a. BerbicaraAntarpribadi (Empat Mata)
Berbicara antarpribadi dapat terjadi jika dua pribadai membicarakan, merundingkan atau mendiskusikan sesuatu. Pembicaraannya bersifat serius, santai, akrab atau tergantung pada masalah yang dibicarakan.
b. Berbicara Dalam Kelompok Kecil
c. Berbicara Dalam Kelompok Besar
B. Metode Berbicara
1. Metode Impromptu
Metode ini terjadi jika secara tiba-tiba kita diminta berbicara di depan khalayak tanpa persiapan terlebih dahulu. Metode ini biasanya berhasil pada orang yang sudah terbiasa berbicara di depan umum. Akan tetapi, metode ini sulit dilakukan oleh orang yang belum berpengalaman sehingga terjadilah demam panggung atau gugup.
2. Metode Menghafal
Metode ini dilakukan dengan cara menghafal. Jika pembicara hanya berbicara mengenai hal yang dihapalkannya tanpa menghayati yang diucapkannya, dipastikan pembicaraan tidak akan menarik dan membosankan. Sebaliknya, pembicara akan berhasil menggunakan metode ini jika ia mejiwai pembicaraan dan tanggap terhadap situasi dan kondisi yang melatarbelakangi pembicaraaan.
3. Metode Naskah
Metode ini merupakan metode berbicara dengan membaca naskah. Kelemahan metode ini yaitu kurang terjadi spontanitas yang segar dan kurang adanya kontak mata antara pembicara dan pendengar
4. Metode Ekstemporan
Metode ini merupakan metode yang digunakan pembicara dengan membuat naskah secara lengkap dan juga mempersiapkan catatan-catatan penting tentang urutan uraian yang akan disampaikan. Naskah lengkap tidak dipakai, pembicara hanya memakai catatan kecil. Metode ini sering dipergunakan oleh pembicara yang sudah berpengalaman.
C. Berbicara dalam Kegiatan Berpidato
1. Pengertian Pidato
Dalam KBBI (Depdikbud, 1996) pidato adalah pengugkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada banyak orang; atau wawancara yang disiapkan untuk diucapkan didepan khalayak.
Tujuan umum pidato:
a. Menarik perhatian dan menyenangkan khalayak
b. Memberikan informasi atau mendidik khalayak
c. Merangsang atau memberi kesan khalayak
d. Membujuk atau meyakinkan khalayak
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan topik pidato:
a. Keadaan dan sikap khalayak
b. Peristiwa yang melatarbelakangi
c. Kelayakan topik
d. Penguasaan materi
Syarat-syarat pembicara agar pidatonya berhasil:
a. Memiliki keberanian dan tekad yang kuat
b. Memiliki pengetahuan luas
c. Memahami proses komunikasi massa
d. Menguasai bahasa yang baik dan lancer
e. Melakukan latihan yang memadai
2. Ciri-ciri pembicara yang baik
a. Pandai memliih topik yang tepat
b. Menguasai materi
c. Memahami khalayak
d. Memahami situasi
e. Merumuskan tujuan dengan jelas
f. Menjalin kontak dengan khalayak
g. Menguasai khalayak
h. Memiliki kemampuan linguistic yang memadai
D. Berbicara dalam kegiatan ilmiah
1. Pengertian diskusi kelompok
Diskusi kelompok yang bersifat ilmiah merupakan kelompok resmi yang sering diartikan sebagai bentuk tukar pikiran dalm musyawarah yang direncanakn atau dipersiapkan antara dua orang atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin.
2. Tujuan diskusi kelompok
a. Mencari pemecahan masalah
Untuk mencapai tujuan ini peserta diskusi hendaknya secar bijakdana dapat mempertimbangkan, menilai, dan menentukan kemungkinan keputusan yang akan diterima.
b. Menampung pendapat, pandangan dan saran
Untuk mencapai tujuan ini diskusi hanya merupakan upaya untuk mengetahui pendapat peserta mengenai suatu masalah yang sedang dibicarakan.
3. Hal-hal penting yang mendasari kegiatan diskusi
a. Pelaksanaan sikap demokrasi
Diskusi kelompok pada dasarnya merupakan suatu pelaksanaan sikap demokrasi karena setiap putusan diskusi kelompok merupakan hasil dari sikap
demokrasi pesertanya.
b. Pengujian sikap toleransi
Jika sikap toleransi ini terjadi pada saat diskusi kelompok maka debat kusir dapat dihindari.
c. Pengembangan kebebasan berfikir
Dalam diskusi kebebasan berfikir dan berbicara yang bertanggung jawab dapat dikembangkan secara maksimal.
d. Pengembangan latihan berfikir
Adanya pengembangan kebebasan berfikir dalam diskusi akan memacu adanya pengembangan latihan berfikir pula terutama latihan berfikir secara kritis dan terbuka
e. Penambahan pengetahuan dan pengalaman
Dengan diskusi seseorang akan semakin bertambah pengetahuan dan pengalamannya
f. Kesempatan penyaluran sikap inteligen dan kreatif
Sikap intelegen dan kreatif dapat tersalurkan
Kriteria-kriteria diskusi berhasil dengan baik
a. Peserta dapat menerima tujuan diskiusi
b. Peserta memahami permasalahan yang akan didiskusikan
c. Peserta memiliki rasa tanggung jawab untuk kelancaran diskusi dan memiliki sikap tenggang rasa serta saling menghormati
d. Pemimpin diskusi dan pembicara merupakan orang yang tegas, bebwibawa dan dihormati peserta diskusi
e. Pemimpin diskusi menjamin kebebasan mengelurkan pendapan para peserta diskusi
Unsur-unsur manusia dalam diskusi kelompok:
a. Pemandu atau pemimpin diskusi
b. Peserta diskusi

Tata cara diskusi kelompok
a. Pemandu membuka diskusi kelompok
b. Dilakukan pembicaraan hakikat tentang masalah yang akan didiskusikan
c. Pencarian sebab-sebab yang menimbulkan masalah
d. Pendiskusian mengenai kemungkinan cara pemecahan masalah
e. Kemungkinan pemecahan masalah dipertimbangkan baik buruknya
f. Pemandu diskusi menutup diskusi kelompok
4. Jenis diskusi kelompok
a. Diskusi panel
Merupakan diskusi yang terdiri atas beberapa orang panelis yang dipimpin oleh seorang pemandu. Tujuan diskusi panel biasanya untuk menyampaikan informasi dan pendapat-pendapat.
Bentuk pengaturan tempat dalam diskusi panel.












Tata cara diskusi Panel:
1. Pemandu membacakan tata tertib dan menggenalkan panelis
2. Panelis pertama diberi kesempatan dalam waktu yang telah ditentukan untuk menjelaskan masalah dan pandangan-pandangannya terhadap masalah sesuai dengan keahliannya
3. Panelis kedua mengutarakan pendapat dan pandangannya terhadap masalah yang didiskusikan sesuai dengan keahliannya.
4. Panelis ketiga diberikan kesempatan berbicara sesuai dengan keahliannya.
5. Diadakan diskusi informal antar panelis disertai penjelasan mengapa para panelis berbeda pandapat mengenai masalha itu
6. Pemandu menutup diskusi panel dengan menyimpulkan hasil pembicaraan para panelis, sedangkan peserta tidak berpartisipasi aktif
b. Simposium
Simposium merupakan jenis diskusi kelompok yang hampir sama dengan panel, tetapi perbedaannya terletak pada keresmian pidato yang disampaikan. Pidato simosium cenderung lebih resmi dari pidato panel, selain itu dalam simosium tidak terdapat interaksi antara pembicara yang satu dengan pembicara yang lainnya. Simposium biasanya bertujuan untuk menampung pendapat.
Berikut ini merupakan salah satu bentuk pengaturan dalam simposium.











Tata cara dalam suatu simposium:
1. Pemandu membuka simposium, menjelaskan simposium, membacakan tata tertib, dan mengenalkan pembicara, selain itu mengenalkan penyanggah utama jika ada.
2. Pembicara pertama mengutarakan pandangannya terhadap masalah yang dibicarakan
3. Pembicara kedua mendapat kesempatan untuk mengutarakan pandangan-pandangannya
4. Pembicara ketiga membahas masalah yang dibicarakan sesuai dengan keahliannya
5. Apabila ada penyanggah utama, penyanggah utama ini diberi kesempatan untuk mengutarakan sanggahan atau bandingan.
6. Dalam simposium bentuk baru, peserta diberi kesempatan untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat
7. Dimungkinkan adanya pandangan umum
8. Pemandu merumuskan dan menutup simposium
c. Seminar
Seminar merupakan jenis diskusi kelompok yang diikuti oleh para ahli dan dipimpin oleh pemandu untuk mencari pedoman dan penyelesaian masalah tertentu. Berikut ini adalah contoh bentuk pengaturan tempat dalam seminar









d. Konferensi
Konferensi adalah pertemuan antara beberapa perwakilan kelompok atau organisasi untuk merundingkan suatu masalah tertentu. Peserta konferensi biasanya dipilih berdasarkan keahlian khusus atau karena pengetahuannya mengenai masalah yang menjadi pokok pembicaraan . Berikut adalah salah satu alternatif pengaturan dalam konferensi.























BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Ciri-ciri pembicara yang baik dalam kegiatan berpidato yaitu pandai memilih topik yang tepat, menguasai materi pidato dengan baik, memahami situasi khalayak dengan baik, mampu merumuskan tujuan dengan jelas, mampu berinteraksi dengan khalayak, serta memiliki kemampuan linguistik yang baik.
Diskusi kelompok yang bersifat ilmiah merupakan kelompok resmi yang sering diartikan sebagai bentuk tukar pikiran dalm musyawarah yang direncanakn atau dipersiapkan antara dua orang atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin.
Macam-macam diskusi:
1. Diskusi Panel
2. Simposium
3. Seminar
4. Konferensi
Jadi, jika kita ingin berbicara di depan umum dengan bailk harus memiliki kriteria diatas, selain itu juga harus sering-sering mengadakan latihan.
B. Saran
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif.






DAFTAR PUSTAKA
Tim pusat bahasa. (2012). Pengembangan kompetensi bahasa indonesia.
Bandung Pusat Bahasa Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung




















LAMPIRAN
TUGAS DAN LATIHANBAB XI
Jawaban Soal:
1. Dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara formal. Penggunaan berbicara jenis ini misalnya dalam kegiatan tukar-menukar informasi, percakapan, menyampaikan berita,pengumuman atau bertelepon.
Dalam situasi nonformal, pembicara berbicara secara tidak formal dalam arti berbicara secara sederhana. Penggunaan berbicara jenis ini misalnya dalam kegiatan ceramah, wawancara, atau prosedur parlementer.
2. Kerangka pidato
Judul : Syarat-syarat mencari ilmu
- Pentingnya mencari ilmu
- Syarat- syarat keberhasilan mencari ilmu
3. Teks pidato
Assalamu’alaikum wr.wb
Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang memilih Muhammad sebagai Nabi pilihan dari anak Adam. Sholawat serta Salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya hingga hari kiamat.
Saudara-saudara yang dimuliakan Allah
Setiap orang mempunyai keinginan yang berbeda-beda. Tetapi mereka mempunyai harapan yang sama, yaitu menginginkan tercapainya apa yang mereka inginkan. Begitu pula halnyadalam mencari ilmu, semua orang menginginkan ilmu yang mereka cari/pelajari bermanfaat dihari esok kelak.
Tapi, apakah kita mengetahui syarat-syarat yang menjadikansuatu ilmu itu berhasil ? dalam kitab Ta’limul muta’allim dijelaskan, seseorang akan berhasil dalam mencari ilmu bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : cerdas, sungguh-sungguh, sabar, bekal, petunjuk guru, waktu yang lama.
Syarat yang pertama yaitu erdas, cerdas merupakan syarat pertama agar berhasil dalam menuntut ilmu karena jika tidak cerdas mka akan sulit dalam mencerna pelajaran.
Yang kedua adalah sungguh-sungguh, dengan sungguh-sungguh maka seseorang yang mencai ilmu akan berhasi mencapai tujuannya.
Yang ketiga yaitu sabar. Sabar merupakan sifat yang harus dimiliki oleh seorang yang menuntut ilmu. Jika tidak sabar maka tujuan yang ingin dicapai tidak akan terlaksana.
Yang keempat adalah bekal yang cukup, jika bekalnya cukuupmaka orang yang mencari ilmu akan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu. Oleh karen itu bekal menjadi syarat dalam menuntut ilmu agar berhasil.
Syarat yang kelima adalah hormat kepada guru. Kunci berhasilnya mencari ilmu adalah keridhoan seorang guru. Jika seseorang tidak mendapat ridho dari gurunya maka ilmunya tidak akan bermanfaat. Oleh karena itu agar berhasil dalam menuntut ilmu harus hormat kepada guru. Selanjutnya yang terakhir adalah waktu yang lama. Dengan waktu yang lama, seseorang akan mendapatkan pelajaran yang banyak dan pengalaman yang bermacam-macam sehingga tingkat keilmuannya akan tinggi.
Rupanya pembicaraan dari saya dicukupkan sampai disini mudah-mudahan bermanfa`at.

Wassalamu`alaikum wr.wb






Entri Populer